TINJAUAN
KRIMINOLOGI TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH REMAJA
DI KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia Timur
Oleh :
NAMA :
YUFSAR
STAMBUK : 13.501.199
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
2015
PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI
Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Timur memberikan Persetujuan menempuh ujian kepada :
Nama : YUFSAR
Nomor Stambuk : 11.501.199
Fakultas : Hukum
Judul : Analisis Kriminologi Terhadap Penyalahgunaan Narkotika
Terhadap Perkembangan Jiwa Remaja Di Kota Makassar
Telah diperiksa/diperbaiki dan dapat
disetujui untuk dimajukan dalam ujian skripsi mahasiswa program strata satu
(S1)
Makassar, April 2015
Mengetahui,
Dekan Fakultas
Hukum
Prof.Dr.Hj.Muliyati Pawennei,SH,MH
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Proposal penelitian ini telah disetujui untuk
diajukan pada ujian seminar proposal penelitian Fakultas Hukum Universitas
Indonesia Timur Makassar.
Makassar,
April 2015
Pembimbing I Pembimbing II,
Syamsiar
Arif,SH,MH Nurmiati,SH,MH
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu-Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Indonesia Timur
H.Amiluddin Nur,SH.,MH
NIK.02010234
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya menyebabkan
karya tulis yang sangat sederhana ini dapat penulis selesaikan dengan baik.
Dengan kesempatan yang
tersedia dan penuh suka duka selama di Perguruan Tinggi, maka penulis berusaha
memenuhi syarat akademis melalui tulisan ini sebagai tanda berakhirnya studi
formal di Fakultas Hukum pada Universitas Indonesia Timur.
Atas selesainya skripsi
ini, maka terbukalah kesempatan bagi penulis untuk menyampaikan ucapan terima
kasih, terutama kepada :
1.
Bapak Prof. Dr. Baso
Amang, SE. M.Si sebagai Rektor Universitas Indonesia Timur Makassar.
2.
Ibu Prof.Dr.Hj.Muliyati
Pawennei,SH,MH Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Timur Makassar,
Wakil Dekan, para dosen serta seluruh Staf Fakultas yang telah memberikan
bantuan kepada penulis selama mengikuti pendidikan.
3.
Ibu Syamsiar Arif,SH,MH
Sebagai Pembimbing I dan Ibu Nurmiati,SH,MH Sebagai Pembimbing II atas kesediaan beliau yang sejak awal
hingga akhir penulisan skripsi ini selalu memberikan petunjuk dan bimbingan
yang sangat besar manfaatnya bagi penulis.
4.
Bapak H.Amiluddin
Nur,SH.,MH sebagai Ketua Program
Studi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Timur.
5.
Seluruh keluarga penulis
yang telah memberikan dorongan hingga selesainya studi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Timur.
Di dalam tulisan ini
penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kekurangan .
Semoga amal ibadah-Nya serta
bantuan yang telah diberikan mendapat pahala dari Allah SWT, Amin.
Makassar, April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
PERSETUJUAN
UJIAN SKRIPSI ............................................................................. ii
PERSETUJUAN
PEMBIMBING................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................................. vi
BAB
I PENDAHULUAN
................................................................................. 1
A.
Latar
Belakang Masalah .............................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah ........................................................................ 3
C.
Tujuan
dan Kegunaan Penelitian .............................................. 3
BAB
II TINJAUAN
PUSTAKA ....................................................................... 5
A.
Pengertian
Kriminologi ................................................................. 5
B.
Pengertian
Narkotika .................................................................... 7
C.
Pengertian
Remaja ....................................................................... 10
D.
Faktor
Penyebab Terjadinya Kejahatan dan Upaya Penanggulangannya 13
E.
Penyalahgunaan
Narkotika ........................................................ 15
F. Jenis-jenis
Narkotika dan Dampak Penyalahgunaan Narkotika 18
BAB
III METODE
PENELITIAN ..................................................................... 29
A.
Lokasi
Penelitian ........................................................................... 29
B.
Pendekatan,
Sifat dan Tipe Penelitian ...................................... 29
C.
Populasi
dan Sampel ................................................................... 29
D.
Jenis
dan Sumber Data ................................................................ 30
E.
Teknik
Pengumpulan Data .......................................................... 30
F.
Analisis
Data .................................................................................. 30
BAB IV HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 32
A.
Faktor
Terjadinya Penyalahgunaan Narkotika dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Jiwa
Remaja di Kota Makassar ......................... 32
B.
Dampak
Penyalahgunaan Narkotika Terhadap Perkembangan Jiwa Remaja dan Upaya-upaya
Untuk Menanggulangi Penyalahgunaan Narkotika di Kalangan Remaja di Kota Makassar
............................................................. 44
BAB
V PENUTUP
............................................................................................ 58
A.
Kesimpulan
.................................................................................... 58
B.
Saran
............................................................................................... 59
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................. 63
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebenarnya narkotika bermanfaat bagi umat manusia, akan
tetapi juga dapat membahayakan bila disalahgunakan. OIeh karena itu wajar bila
pengadaan narkotika mendapat pengaturan dan pengawasan dan pemerintah atau yang
berwenang dan juga dan masyarakat pada umumnya diharapkan memiliki kesadaran
untuk bersama-sama menanggulangi penyalahgunaan narkotika. Dikatakan sangat
bermanfaat karena digunakan oleh dokter dalam pengobatan, juga digunakan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan penelitian ilmiah.
Di Indonesia, tindak pidana narkotika termasuk tindak pidana
yang ancamannya sangat berat. OIeh sebab itu, penulis ingin mengkaji penerapan
Undang-undang mengenai narkotika yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997,
utamanya yang terjadi di Kota Makassar yang terjadi antara tahun 2001 sampai
dengan tahun 2011.
Kenyataan menunjukan bahwa tidak sedikit anak remaja yang
memiliki sikap dan perilaku yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan ataukah
kenakalan, misalnya; Penganiayaan, pembunuhan, kecanduan alkohol di kota-kota
besar. Bahkan ada pula yang dilakukan diatas kapal taut, dan bahkan dalam
lembaga permasyarakatan sekalipun.
Keadaan yang demikian itu membuat para orang tua prihatin,
sehingga menjadi salah satu masalah sosial yang perlu segera ditanggulangi balk
oleh pemerintah maupun masyarakat, guna menyelamatkan generasi muda sebagai
pelanjut masa depan bangsa dan negara.
Penyalahgunaan narkotika merupakan suatu masalah yang serius
untuk mendapatkan penanganan secara serius, khususnya bagi aparat hukum.
Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan, upaya-upaya pencegahan kiranya akan
lebih diingatkan
lagi.
Radar Makassar (2009:10) menyatakan bahwa
Maraknya peredaran narkotika dan obat-obatan belakangan ini
seakan-akan memaksa aparat kepolisian untuk bekerja keras untuk mengungkapkan
pelakunya.
Persoalan terpenting adalah bagaimana
upaya pencegahan terhadap penyalahgunaan narkotika bagi generasi muda. Karena generasi muda yang akan memberi contoh pada
generasi yang akan datang. Usaha-usaha ini dapat dilakukan antara lain mealier
pendidikan keluarga, pendidikan agama dan pendidikan informal untuk memerangi
penyalahgunaan narkotika terhadap remaja.
Dan berbagai
kegiatan yang dilansir oleh media massa dan media elektronik diketahui bahwa
ditangan orang tualah terletak kendali pembinaan sedangkan pemerintah hanyalah
sebagai pengayom menetapkan kebijaksanaan dan menyelamatkan remaja dan bahaya
penyalahgunaan narkotika. Kurangnya perhatian orang tua dalam mengarahkan
pendidikan dan mental keagamaan.
Pengaruh narkotika di Indonesia
tampaknya sangat- membahayakan pertumbuhan dan perkembangan jiwa generasi,
terutama kaum remaja. Suatu hal yang sangat mengagetkan semua orang seorang
antis yang cukup terkenal yang meninggal pada tanggal 1 April 2012 yang lalu,
terlepas mi merupakan takdir Tuhan atau bukan yang jelas ditempat penginapan
artis cantik yang bernama Alda Risma itu, ditemukan beberapa alat suntikan
untuk disuntik dalam tubuhnya sehingga mengakibatkan nyawanya tidak tertolong
lagi.
Bertitik tolak dan uraian latar
belakang di atas maka penyusunan skripsi ini akan disusun berdasarkan judul:
“Tinjauan Kriminologi Penyalahgunaan Narkotika Terhadap Perkembangan Jiwa
Remaja di Kota Makassar”.
B. Rumusan Masalah
1.
Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya
penyalahgunaan narkotika dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan jiwa
remaja di Kota Makassar tahun 2010-2014?
2.
Upaya-upaya apa yang ditempuh oleh
pihak kepolisian untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan narkotika di Kota Makassar
tahun 2010-2014?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
- Tujuan Penelitian
a.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan penyalahgunaan narkotika di Kota Makassar tahun 2010-2014.
b.
Untuk mengetahui upaya-upaya yang
dilakukan untuk menanggulangi penyalahgunaan narkotika di kalangan di Kota Makassar.
- Kegunaan Penelitian
a.
Dapat menjadi bahan masukan bagi para
orang tua dalam mengarahkan anaknya agar terhindar dan bahaya penyalahgunaan
narkotika
b.
Dapat menjadi bahan masukan bagi
petugas kepolisian khususnya dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika di
Kota Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kriminologi
Istilah kriminologi berasal dan bahasa Yunani “crime” yang artinya kejahatan atau
penjahat dan “logos” yang berarti
ilmu pengetahuan, maka kriminologi sebagai berikut: kriminoIog adalah suatu
ilmu yang mempelajari gejala kejahatan seIuas-luasnya. Dikatakan demikian
karena dalam mempelajari kejahatan, kita tidak dapat lepas dan berbagai
pengaruh dan sudut pandang. Ada
yang memandang kriminologi dan sudut perilaku yang menyimpang dan norma-norma
yang berlaku dan masyarakat. kesemuaannya ini sekaligus tidak juga dapat
terlepas dan berbagai pengaruh dan campur tangan berbagai disiplin, terutama
yang berkaitan dengan obyek studinya.
Melihat kenyataan tersebut, maka bahasan tentang kriminologi
dapat menimbulkan banyak tafsiran. OIeh karena itu, perlu dikemukakan beberapa
pengertian dan para sarjana agar mempermudah dalam memahami dan para sarjana
agar mempermudah dalam memahami dan membedakannya.
Adapun pengertian kriminologi menurut Bonger (1982:210)
mengemukakan:
Kriminologi adalah suatu ilmu yang bertujuan untuk
menyelidik gejala-gejala kejahatan yang seluas-Iuasnya.
Sedangkan Soejono Dirdjosisworo (1986:3), memberikan rumusan
bahwa:
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dan berbagai ilmu yang
mempelajari kejahatan-kejahatan sebagai masalah manusia.
Melihat begitu luas ruang Iingkup kriminologi yang diberikan
oleh beberapa sarjana dengan perbedaan pandangan, maka penulis Iebih sependapat
dan apa yang disarankan oleh Romi Atmasasmita (1988:6), yang mengatakan bahwa:
Bagi
mereka menghendaki batasan dalam arti sempit dan kriminologi, di dalam
mempelajari bentuk tertentu dan tingkah laku kriminal, disarankan agar selalu
dipegang pada batasan dalam arti yuridis. Dengan demikian diharapkan tidak
hanya keseragaman dalam mempelajari obyek kriminologi dalam batasan yang
berbeda-beda, tetapi juga diharapkan obyek kriminologi itu dapat bekembang
lebih mudah tanpa terikat pada perumusan yuridis.
Kiranya uraian di atas telah dapat menjadi alasan bagi
penulis untuk menyimpulkan tinjauan kriminologi yang dimaksud disini adalah
suatu tinjauan yang mempelajari kejahatan dalam arti yuridis.
Masalah mi telah dikomentari Widya
(1989:11) bahwa :
Penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja erat hubungannya
dengan kenakalan remaja itu sendiri, yang berakibat tidak saja merugikan si
pemakai tetapi juga bagi masyarakat dan Iingkungan. Budaya penyalahgunaan
narkotika ini, telah pada tingkatan yang memperhatikan bila tidak ditanggulangi
secara serius, terutama apabila dikaitkan dengan generasi muda (para remaja dan
kenakalan remaja itu sendiri).
Sehubungan dengan itu Tejawiani
(1988:39) mengemukakan bahwa :
Tujuan pemerintah tidak lain adalah untuk menyelamatkan generasi muda
sebagai generasi penerus dalam mewujudkan cita-cita masyarakat yang adil dan
makmur sejahtera lahir dan batin. Upaya pemerintah yang segencar apapun tentu
tidak akan berhasil tanpa didukung dan dibantu orang tua anak itu sendiri,
karena terletak pada orang tuanyalah sebenarnya pokok awal pembentukan watak
anak-anaknya, pengendalian emosinya bimbingan nurani putra-putrinya.
B. Pengertian Narkotika
Berbagai pendapat mengenai definisi narkotika telah
dikemukakan para pakar maupun dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,
misalnya Widya (1989:13), mengemukakan:
Narkotika
adalah zat kimia atau obat yang biasanya mengandung candu yang dapat
menumbuhkan rasa mengantuk atau tidur yang mendalam. Narkotika disebut juga
sebagai zat (substance) yang bila dipergunakan akan membawa efek dan mempengaruh
tertentu seperti kesadaran perilaku manusia, pengaruh tersebut dapat berupa
penenang, perangsang (bukan rangsangan, seks), dan halusinasi. Ini berpengaruh
terhadap diri si pemakai, lainnya telah mempengaruhi kesadaran, dan menimbulkan
dorongan yang mempengaruhi kesadaran, dan menimbulkan dorongan yang
mempengaruhi kepada perilaku negatif.
Setelah mengemukakan pengertian narkotika berdasarkan
pendapat para sarjana, berikutnya penulis akan mengemukakan pengertian
narkotika berdasarkan UU No. 22 Tahun 1997 dalam pasal 1 point 1 yang
menyatakan sebagai berikut:
Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dan tanaman atau bukan tanaman balk sintetis
maupun yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan yang dibedakan keadaan golongan-golongan sebagaimana terlampir
dalam Undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan keputusan Menteri
Kesehatan.
Pentingnya pengaturan penggunaan narkotika seperti obat,
menurut Soedjono Dirdjosisworo (1987:5) yaitu : Menghadapi kenyataan tentang
narkotika yang di satu pihak sangat diperlukan dan dilain pihak sangat
membahayakan maka diperlukan pengaturan oleh Undang-undang mengenal:
1.
Pengaturan narkotika untuk kepentingan
pengobatan dan tujuan ilmu pengetahuan (penggunaan secara legal)
2.
Pengangkutan narkotika
3.
Perbuatan-perbuatan yang dilarang
4.
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
di depan pengadilan
5.
Perawatan dan rehabilitasi korban.
Pengaturan penggunaan narkotika untuk keperluan pengobatan
dan ilmu pengetahuan memang sangat diperlukan karena kemungkinan yang memberi
wewenang untuk itu dapat saja penyalahgunaan kepercayaan yang diberikan
kepadanya. Hal ini sering ditemukan bahwa salah seorang aparat yang terlibat dalam
sindikat penyalahgunaan narkotika, karena tergiur untuk mendapatkan kekayaan
dengan mengorbankan tugas serta tanggung jawabnya sebagai abdi negara dan
masyarakat.
Pengangkutan narkotika, baik melalui darat maupun udara
hendaknya dilengkapi sesuai dengan dokumen-dokumen yang diperlukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut dimaksudkan
untuk menjaga/mencegah perdagangan illegal dan penyelundupan narkotika. Kadang-kadang
ditemukan berbagai cara yang digunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab
menyelundupkan narkotika dengan pengangkutan yang menggunakan dokumen palsu dan
sebagainya.
Perbuatan-perbuatan yang demikian itu merupakan pelanggaran
yang harus diancam dengan hukuman yang berat, karena dapat merugikan negara dan
sangat membahayakan generasi muda. Tanpa ancaman sangsi pidana yang berat, maka
sulit diharapkan untuk menekan apalagi menghilangkan perdagangan narkotika
secara illegal, malahan berdampak terhadap meningkatkan kriminalitas yang
dilakukan oleh remaja.
Bosu (1982:73), menyatakan bahwa :
Penggunaan narkotika semata-mata hanya untuk kepentingan
pengobatan, medis dan ilmu pengetahuan, selain dan pada itu adalah kejahatan.
Dari beberapa pengertian narkotika tersebut, penulis memberikan
beberapa rangkuman sebagai berikut:
1.
Narkotika adalah zat kimia atau obat
yang mengandung candu yang apalagi digunakan oleh seseorang secara illegal akan
berpengaruh terhadap kesadaran dan tingkah laku yang cenderung negatif, karena
pengaruh yang membuat malas, perangsang yang membuat ketagihan, dan dibayangi
halusinasi.
2.
Narkotika sebagai kondisi, tidak boleh
diperdagangkan secara bebas, disimpan, diedarkan atau digunakan tanpa izin dan
pemerintah Menteri Kesehatan Republik Indonesia, karena dapat
membahayakan generasi muda sebagai harapan bangsa.
3.
Narkotika di satu pihak sangat
diperlukan dan dipihak lain sangat berbahaya. Karena itu harus ada peraturan
perundang-undangan yang mencakup ketentuan penggunaan medis dan ilmu
pengetahuan, pengangkutan, penyalahgunaan dengan sangsi hukumnya, peradilan dan
rehabilitasi penderita.
C. Pengertian Remaja
Istilah remaja pada hakekatnya merupakan suatu pengertian
yang menunjukkan pada suatu proses perkembangan usia seseorang baik laki-laki
maupun perempuan yang berada di atas kategori anak-anak dan berada dibawah
kategori dewasa.
Masa remaja adalah suatu fase dalam siklus kehidupan dimana
pada masa ini berfokus kearah perkembangan dan perubahan. Untuk lebih jelasnya,
pengertian remaja ini dapat disimak dan beberapa pendapat para ahli.
Para
ahli berpendapat dalam memberikan pengertian remaja dan usia remaja. Masa
remaja merupakan taraf perkembangan dalam kehidupan manusia. Tahap perkembangan
mi pada umumnya disebut masa pancaroba atau masa transisi dan anak-anak menuju
masa remajanya. Perlu juga diterangkan bahwa usia remaja mempunyai
kriteria-kriteria tertentu, Singgi Gunarsa (1981:15) mengemukakan bahwa :
Puberteit adalah masa antara 12 dan 16 tahun. Pengertian puberteit meliputi perubahan-perubahan
fisik dan psikis seperti halnya pelepasan din dan ikatan emosional sendiri edolesen adalah masa sesudah masa puberteit yakni
masa antara 17 dan 22 tahun, dalam masa mi Iebih diutamakan dalam hubungan
dengan Iingkungan hidup yang Iebih luas, yakni masyarakat.
Romli Atmasasmita (1985:8)
mengatakan bahwa :
Pada umumnya yang diartikan sebagai juvenile adalah seseorang yang masih
dibawah usia tertentu dan belum dewasa dan belum kawin.
Selain apa yang telah dikemukakan
diatas, maka berdasarkan kelompok umur, remaja dapat dikenal pula dengan
memperhatikan beberapa segi tujuan.
Menurut Sarlinto Wirawan Sarwono
(1994:9), dan segi tujuan biologisnya menunjukkan bahwa
1.
Umur dan 0 sampai 1 tahun disebut bayi.
2. Umur dan 1 tahun hingga 12 tahun disebut masa
kanak-kanak.
3.
Umur dan 12 tahun hingga 15 tahun
disebut masa puber.
4.
Umur 15 tahun hingga 21 tahun disebut
masa pemuda.
5.
Umur 21 tahun ke atas disebut masa
dewasa.
Sedangkan
ditinjau dan segi budaya menunjukkan bahwa :
1.
Umur dan 0 sampai 12 tahun disebut
anak-anak
2.
Umur 13 tahun hingga 18-21 tahun
disebut remaja
3. Dari umur 18-21 tahun ke atas disebut dewasa.
Santinto Wirawan Sarwono (2008:52)
seorang psikolog mengemukakan pendapatnya mengenai defenisi dan remaja yaitu
sebagai berikut :
Masa remaja adalah masa peralihan dan anak-anak
kedewasa, bukan hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik. Bahkan
perubahan-perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer
dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan-perubahan psikologis muncul
antara lain sebagai akibat dan perubahan-perubahan fisik itu.
Lebih lanjut Sarlinto Wirawan
Sarwono (2008:6-7), mengatakan bahwa:
Dalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait
(biologi dan ilmu faal) remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik
di mana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara fisik alat-alat
kelamin pada khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang
sempurna dan secara faal alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi secara
sempurna pula. Pada akhirnya dan peran perkembangan fisik mi akan menjadi
seorang pria yang berotot dan bekumis atau berjanggut yang mampu menghasilkan
beberapa ratus juta sel mani (spermatozoa) setiap kali ia berejakulasi
(memancarkan air mani), atau wanita yang berpayudara dan berpinggul besar yang
setiap bulanya mengeluarkan sebuah sel telur dan indung-indungnya.
Undang-undang nomor 4 tahun 1979
tentang kesejahteraan anak menganggap semua orang di bawah umur 21 tahun dan
belum menikah sebagai anak-anak dan berhak mendapatkan perlakuan kemudian yang
diperuntukan bagi anak, perlindungan orang tua.
Berdasarkan pengklasifikasikan umur
anak oleh beberapa ahli tersebut, maka penulis dapat menggolongkan usia remaja
pada saat seseorang berusia 13 tahun sampai 21 tahun dengan alasan-alasan
sebagai berikut:
1. Pada usia 13-15 tahun umumnya remaja sudah duduk di
bangku sekolah lanjutan tingkat pertama, karena pada usia tersebut seorang
remaja mulai menginjak suatu masa kehidupan yang disebut masa remaja awal.
2. Pada umumnya usia 18 tahun sampai mencapai usia 21
tahun dikategorikan sebagai umur menjelang dewasa, apabila melanggar hukum yang
berlaku, maka penjatuhan pidananya Iebih ringan dan perlakuan terhadap orang
dewasa yang melanggar hukum.
D. Faktor Penyebab
Terjadinya Kejahatan dan Upaya Penanggulangannya
Kejahatan bukanlah suatu masalah
baru bagi suatu bangsa. Timbulnya kejahatan dapat dijumpai dalam berbagai
faktor. Suatu faktor dapat menimbulkan kriminalitas yang lain.
Pada dasarnya penyebab kejahatan
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intern dengan latar belakang
biologisnya dan faktor ekstern dengan latar belakang sosiologi.
1. Faktor Intern
Faktor intern adalah pengaruh yang timbul dan dalam tubuh
manusia itu sendiri untuk melakukan suatu kejahatan tanpa dipengaruhi
lingkungan sekitar atau motivasi yang timbul dan din seseorang untuk melakukan
kejahatan. Faktor intern ini menurut seorang pakar, yaitu Romli Atmasasmita
(1983:43), mengemukakan tiga faktor yaitu :
a.
Faktor kelamin
Bahwa perbandingan kejahatan yang dilakukan oleh kaum
lakilaki dengan kaum perempuan berbanding 10:1, dimana 90% kejahatan yang dilakukan
oleh laki-laki dan 10% dilakukan oleh perempuan.
b.
Faktor Psikologis
Bahwa banyak yang mengalami gangguan kejiwaan sehubungan
dengan perkembangan pribadi bagi para remaja.
c.
Faktor Usia
Dimana usia seseorang dapat berpengaruh terhadap kematangan
berpikir.
Mengenai psikologis, Emil H. Tambunan (1982:47),
mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:
Salah satu gangguan kejiwaan yang sering dialami oleh
seorang remaja adalah frustrasi atau kejengkelan sebagai adanya hambatan untuk
mencapai suatu keinginan. Umumnya manusia yang frustasi cenderung menyalurkan
keinginan melalui tindakan yang negatif.
Sedangkan faktor usia menurut Bawangen (1977:183),
memberikan gambaran sebagai berikut:
Secara Iangsung atau tidak langsung usia memperlihatkan
akibat yang penting dalam banyak jenis kejahatan. Usia yang terlalu muda masih
banyak diliputi gejolak yang sulit dikendalikan sehingga cenderung melakukan
perbuatan yang melanggar norma hukum.
2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern yaitu faktor yang timbul dan luar tubuh
manusia. Dapat timbul karena pengaruh lingkungan pendidikan, lingkungan
keluarga ataupun lingkungan pergaulan.
Dalam hubungannya dengan faktor lingkungan pendidikan, Romli
Atmasasmita (1983:53), menyatakan sebagai berikut:
Dari analisis statistic bahwa umumnya orang yang melakukan
kejahatan adalah berasal dan anak-anak yang sejak kecil tidak mengecap
pendidikan atau anak yang terbelakang pendidikannya.
Dari lingkungan pergaulan, Haru Saharjo (1980:53),
menyatakan sebagai berikut:
Kriminalitas manusia nasional adalah akibat dan faktor
keturunan maupun dan lingkungan, dimana kedua-duanya saling mempengaruhi satu
sama lain.
Sedangkan faktor lingkungan keluarga, Emil H. Tambunan
(1982:52), mengemukakan sebagai berikut:
Rumah
tangga yang berantakan membuat anak merasa tidak aman, lalu mengalami gangguan
kejiwaan, sedangkan faktor ekonomi yang mendorong suami isteri bekerja,
menjadikan anak tidak mendapat waktu dan kesempatan untuk diperhatikan,
akhirnya terjadi yang tidak diinginkan bagi perilaku seorang anak.
Dan uraian-uraian diatas dapatlah dipahami bahwa semua
faktor saling berkaitan bahkan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Pada umumnya upaya penanggulangan kejahatan terdiri dan
upaya preventif dan represif. Upaya preventif adalah upaya yang dilakukan untuk
mencegah timbulnya kejahatan, dalam arti bahwa peristiwa kejahatan itu belum
terjadi. Sedangkan upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan
dengan mengambil tindakan secara tegas untuk menindak pelaku-pelaku kejahatan.
E. Penyalahgunaan Narkotika
Begitu besar bahaya yang dapat ditimbulkan dalam
penyalahgunaan narkotika, sehingga dalam pasal 78 ayat (1) huruf (a)
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997, dikatakan :
Barang
siapa tanpak hak dan melawan hukum, yaitu menanam, memelihara, mempunyai dalam
persediaan, memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau
menguasai narkotika golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sedangkan pasal 82 ayat (1) huruf (a) Undang-undang Nomor 22
Tahun 1997 menyatakan :
Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum dalam hal
narkotika, yaitu mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan,
menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,
atau menukar narkotika golongan I, di pidana dengan pidana mati atau pidana
penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 85 huruf (a) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997
dinyatakan :
Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum menggunakan
narkotika golongan I bagi din sendiri, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun.
Undang-undang menemukan semua perbuatan dengan tanpa dan
melawan hukum untuk memakai, menyimpan, memiliki, mengimpor, mengekspor,
menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli, atau menekar narkotika golongan I karena
sangat membahayakan dan berpengaruh terhadap meningkatnya kriminalitas.
Apabila perbuatan-perbuatan tersebut dilakukan oleh seorang
dengan tanpa hak, dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan narkotika suatu
tindak pidana khusus yang dapat diancam dengan sanksi hukum yang berat.
Sehubungan dengan itu perlu dirumuskan pengertian
penyalahgunaan narkotika, antara lain menurut Widjaya (1989:13), yaitu:
Penyalahgunaan
narkotika diartikan tindakan atau perbuatan yang tidak sebagaimana mestinya
(menyimpang atau bertentangan dengan seharusnva) mempergunakan narkotika secara
berlebihan (over dosis) sehingga membahayakan dirinya sendiri, baik fisik
maupun psikis. Atau apabila mereka menggunakan narkotika telah pada taraf
ketergantungan dan membahayakan dirinya.
Pengertian lain yang hampir senada dengan di atas, dikemukakan
oleh Yatim dan Irwanto (1985:5), sebagai berikut:
Penyalahgunaan
obat (narkotika) adalah pemakaian obat secara tetap yang bukan untuk
pengobatan, atau yang digunakan tanpa mengikuti aturan takaran yang seharusnya.
Penyalahgunaan obat ini, menimbulkan kerusakan fisik, mental, emosi, maupun
sikap hidup masyarakat.
Pengertian lain yang dinyatakan oleh ketua Umum DPP Grand
Hendry Yosodinigrat (2010:27), mengatakan bahwa pengguna narkotika sangat
banyak, dan hampir 1,5% penduduk Indonesia telah menjadi pengguna
narkotika.
Veronica Colondom (2010:27), selaku Ketua Umum Yayasan Cinta
Anak Bangsa mengatakan pengguna narkotika yang ada d Indonesia khususnya pengguna
narkotika dengan jarum suntik sangat mudah tertular virus HIP/AIDS karena
sering mengganti-ganti jarum suntik antara sesama pemakai.
Komjen. PoI. Made Mangupastika (2010:27),
selaku Ketua Umum Pusat (BHN) Badan Narkotika Nasional mengatakan bahwa
peredaran narkotika sangat marak bukan hanya ditempat-tempat atau daerah rawan
penyebaran narkotika tetapi di dalam Iingkup Lapas juga terjadi peredaran
narkotika karena sebagian besar narapidana yang ada di Lapas hampir 60% kasus
narkotika.
F. Jenis-jenis
Narkotika dan Dampak Penyalahgunaan Narkotika
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1997, narkotika dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
1)
Narkotika
golongan I, terdiri dari:
a.
Tanaman papaver somniverum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan
jeraminya, kecuali bijinya.
b.
Opium mentah, yaitu getah yang membeku
sendiri, diperoleh dan buah tanaman Papaver Somniverum
L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan
tanpa memperhatikan kadar morfinnya.
c.
Opium masak, terdiri dari:
1)
Candu, has yang diperoleh dan opium
mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan,
dan peragian dengan atau penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya
menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.
2)
Jicing, sisa-sisa dan candu setelah
dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
3)
Jicingko, basil yang diperoleh dan
pengolahan jicing.
d.
Tanaman Kota, tanaman dan semua genus
Erythroxylon dan keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
e.
Daun Koak, daun yang belum atau sudah
dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dan semua tanaman genus erythroxylon dan
keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui
perubahan kimia.
f.
Kokain mentah, semua hasil-hasil yang
diperoleh dan daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan
kokaina.
g.
Kokaina, metal ester-1 bensoil
ekgonina.
h.
Tanaman ganja, semua tanaman genius
cannabis dan semua bagian dan tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan
tanaman ganja termasuk dammar ganja dan hasis.
i.
Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer
serta semua bentuk stereo kimianya.
j.
Delta 9 tetrohydrocannabional dan semua
bentuk stereo kimianya.
k.
Asetorfina: 3-0 acetiltetrahidro-7a
(i-hidrksi-1-metilbutil) -6, 1 4-endeoteno-oripavina.
l.
Acetil-Alfa metilfetanil: H-[i
-(a-metilfenetil)-4-piperidil] asetanilida.
m.
Alfa-metilfentanil, N-[1 -1 1-metil-2-(tienil)
etil[-4 piperidil] propionanlida.
n.
Alfa-metiltiofentanhl: N-[1] 1
-metil-2(2-tienhl) etil[-4 piperdil] propplonanlida.
o.
Beta-hidroksi-3-metilpentanil:
N[-beta-hidroksifenetil] -3-metil-4- piperdil] proppionanilida.
p.
Beta-hidroksi-3-metilpentanil : N-[1
-beta-hidroksifenetil] -3-metil -4- piperidil] proppionanilida.
q.
Desomorfine: dihhdrodeoksimorfhna.
r.
Storfina:tetrahidro-7a-(1 -hidroksi-1
-metibutil)-6, 14-endo-eteno- cripavina.
s.
Heroina: diacetilmorfina.
t.
Ketobemidona: 4- meta-hidroksifeni
-1-metil -4-propionil piperidina
u.
3-metilfentanil: N-3 (-metil -1-1
fenetil -4-piperidil) proponanhlida
v. 3-mentiltiofennanil : N-3 [3-metil -1-[2-(2-tienil)
etil] -4- piperidil] proppionanlida.
w.
M PPP: 1
-metil-4-fenhl-4-piperidinol-propianat (ester).
x.
Para-fluorofentanil : 4’fluona -N-(1-fenetil
-4-piperidil) propionanlida.
y.
PEPAP : 1-fenetil -4- fenil-4
piperidinol asetar (ester)
z.
Tiofentanil : N- [1 - - (2-tienil) etil
-4-piperidd
2. Narkotika
golingan II, terdiri dari
:
1)
Aifasentilmetadol AIfa-3-asetoksi-6-dimetil
amino-4, 4-difenil- hepatana.
2)
Alfameprodina alfa-3-etii-1 -metii-4-fenhi
amino-4 prop plonoksipiperidina.
3)
Alfamedtadol: alfa-l, 3-dimetii-4-
fenil-4-propinoksipirperidina.
4)
Alfaprodina: alfa-1, 3-dimeti!
-4-fenil-4- propinoksipiperidina.
5)
Alfentanil : N-i [1 -[2-94-etil-4,
5-dihidro-5-okso-1 H-tetrasol-i - iletil]- 4-(metoksimetil)-4- piperidinil]
—N-fenilpropapnamida.
6)
Alliiprodina: 3-aiiiI-1
-metil-4-fenit-4-propinoksipiperidina.
7)
Aneliridina: asam
i-para-aminmofenetil-4-fniipepiridina-4-karoksilat etil ester.
8)
Asetimitadol:
3-asetoksi-6-dimetiiamino-4, 4-difeniiheptana.
9)
Benzetidin: asam 1
-(2-benziloksietii)-4- feniipiperidina-4- karboksiiat etil ester.
10)
Benziimorfina: 3-benzilforfina.
11)
Betameproddina: beta-3-etil-1
-metil-4-fenil-4- proplonoksipeperidna.
12)
Betametadol: beta-6-dimetiiamino-4,
4-difenii-3-heptano.
13)
Betaprodina: beta-i,
3-dimetil-4-fenii-4-propionoksipiperidina.
14)
Betasentilimetadol:
beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, difenilheptana.
15)
Bezitramida: 1 -(3-siano-3,
3-difenilpropil)-4-(2-okso-3-propionil-1 -benzimidazolinhl)-piperid ma.
16)
Dekstomoramida:
(+)-4-[2-(metal-4-okso-3, 3-definil-4-(1 - pirolidinhl) butyl]-morfilhna.
17)
Diampromida: N-[2-(metilfenetilamino)
propel] propiananilida.
18)
Dietiliambutena: 3-dietilamino-1, 1
-di-(2-tienhl) -1-butena.
19)
Difoksilat: asam 1-(3-siano-3,
3-difenilpropil)-4-fenhlpiperidina-4-karboksilat etil ester.
20)
Difenoksin: salam 1-(3-siano-3,
3-difenilpropil), 4- tenilisionipekotik.
21)
Dihidromorfina.
22)
Dmefeptanol: 6-dimetilamino-4,
4-difenil-3-heptanol.
23)
Dimenoksadol: 2-dimetilaminoetil-1-estosi-1,
1-difenilasetat.
24)
Dimetiltiambutena: 3-dimetilamino-1, 1
-di-(2’tienil)-l -butena.
25)
Dioksafetil butirat:
etil-4-morfolino-2, 2-difenibutirat.
26)
Dipipanona: 4,
4-difenil-6-piperidina-3-heptanona.
27)
Drotebanol: 3,
4-dimoteksi-17-metiImortinan-6b’, 14-diol.
28)
Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya
yang setara dengan ekgonina dan kokaina.
29)
Etilmetitiambutena: 3-etilmatilamino-1,
1-di-(2’tienil)-1 -butena.
30)
30) Etokseridina : asam
1-[2-(2-hidrisietoksi)-eti]-4-feniipiperidina -4-karboksilat etil ester.
31)
Etonitazena:1-dietiIaminoetiI-2-para-etoksbenziI-5-
nitrobenzimidazol.
32)
Furetidinal : asal -.1
-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)-4- fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester.
33)
Hidrokodona : dihidrokodeinona.
34)
Hodroksipetid ma:
asam-4-meta-hidroksifenil-1 –metUpiperidina -4-karboksilat etil ester.
35)
Hidromorfino: 14-hid
roksidihidromorfina.
36)
Hidromorfona: dihidromorfinona.
37)
Isometadona: 6-dimetilamino-5-metil-4,
4-d ifenil-3- heksanona.
38)
Fenadoksona: 6-morfolino-4,
4-difenil-3-heptanona.
39)
Fenampromida: N-(1-metil-2-piperidinoetil)
propionanilida.
40)
Fenazosina: 2’hidroksi-5,
9-dimetil-2-fenetil-6, 7- benzomorfan.
41)
Fenomorfan:
3-hidroksi-N-Nfenitilmorfinan.
42)
Fenoperid ma: asam 1 -(3-hid
roksi-3-fenilpropil)-4- fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester.
43)
Fentanil: 1-fenetil-4-N-propionilanilinopperidina.
44)
Klonitazena: 2-para-klorbenzil-1 -dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazoI.
45)
Kodeksima:
dihidrokodelnona-6-karboksimetiloksima.
46)
Levofenasimorfan:
(1)-3-hidroksi-N-fenisilmorfinan.
47)
Levomoramida: (-)-4-[2-metil-4-okso-3,
3-d ifenil-4-(1 - pirodinil)-butil] morfolina.
48)
Levometorfan:
(-)-3-metoksi-N-metilmorfinan.
49)
Levorfanol:
(-)-3-hidroksi-N-metilmofrinan.
50)
Metadona: 6-dimetilamino-4,
4-difenil-3-heptanona.
51)
Metadona intermediate:
4-siano-2-dimetilamino-4, 4difenilbutana.
52)
Metazozina: 2’-hidroksi-2.5.9-trimetil-6,
7-benzomorfan.
53)
Metildesorfina:
6-metil-delta-6-dioksimorfina.
54)
Metildihidromorfina:
6-metildihidromorfina.
55)
Metopon: 5-metildihiromorfina.
56)
Mirofina: miristilbenzilmorfina.
57)
Moramida intermediate: asam
(2-metil-3-morfolino-1, 1- difenilpropana karboksilat.
58)
Morferid ma: asam
1-(2-morfolionetil)-4-fenilpiperidina-4- karboksilat etil ester.
59)
Morfina-N-oksida.
60)
Morfin metobromida dan turunan
morfinanitrogen pentafalen Iainnya termasuk bagian turunan morfina-N-oksida,
salah satunya kodeina-N-oksida.
61)
Morfina
62)
Nikomorfina: 3,6-dinikotilmorfina.
63)
Norasimetadol:
(-f-)-alfa-3-asetoksi-6-metilamino-4, 4- difenilheptana.
64)
Norlevorfanol: (-)-3-hidriksimorfinan.
65)
Normetadona: 6-dimetilamino-4,
4-difenil-3-heksanona.
66)
Nomofinal: dimetHmorfina atau
N-dimetilatedmorfina.
67)
Norpipanona:
4,4-difenil-6-piperidina-3-heksanoria.
68)
Oksikodona:
14-hidroksidihidrokodeinona.
69)
Oksimorfona: 14-hidroksididrokodeinona.
70)
Opium
71)
Petidina intermediate A: 4-siano-1
-metil-4-fenilpiperidana.
72)
Petidina intermediate B: asam
4-fenhlppeidina-4-karboksilat etil ester.
73)
Petidina intermediate C: asam
1-metil-4-fenilpiperidina-4- karboksilat.
74)
Petidina: asam 1
-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester.
75)
Piminodina: asam 4- fenil -1- (3 - fenilaminopropil)
– pepiridina – 4 – karboksilat etil
ester.
76)
Piridtramida: asam 1-(3-siano-3,
3.-difenilpropil-4-(1-piperidi- no)-piperidina-4-karboksilat amida).
77)
Proheptasina: 1, 3-dimeditl-4-fenil-4-
propionoksiazasikloheptana.
78)
Properidma: asam 1
-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropyl ester.
79)
Rasemetorfan:
(-4-)-3-metoksi-N-metilmorfina.
80)
Rasemoramida:
(÷)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(pirolidinil)-butill-morfolina.
81)
Resemorfan:
(-i-)-3-hidroksi-N-metilmofinan.
82)
Sufentanit: N-[4-(metoksimetil)-1
-[2-(2-tienil)-etil]-4- piperidil] propionanilida.
83)
Tebaina
84)
Tebakon: asetildihidrokodeinona
85)
Tilidina:
(±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1 -fenil-3-sikloheksina-1-karboksilat.
86)
Trimeperidina: 1
,2,5-trimeil-4-fenil-4-propionoksipiperidina.
87)
Garam-garam dan narkotika dalam
golongan tersebut di atas.
3.
Narkotika
Golongan III, terdiri dari :
1)
Asetildihidrokodeina
2)
Dekstropropoksifena:
a-(±)-4-dimetilamino-1 ,2-difenil-3-metil-2- b uta no Ip rop ion at.
3)
Dihidrokodeina
4)
Etil morfina: 3-etil morfina
5)
Kodeina: 3-etil morfina
6)
Nikodekodina: 6-nokotinildihidrokodeina
7)
Nikokodina: N-dimetilkodeina.
8)
Norkodeina: N-dimetiklkodeina
9)
Polkodeina:
N-(1-metil-2-piperidionetil)-N-2-piridilpropiona-mida
10)
Garam-garam dan narkotika dalam
golongan tersebut di atas.
11)
Campuran atau sediaan opium dengan
bahan lain bukan narkotika
12)
Campuran atau sediaan difenoksin dengan
bahan-bahan lain bukan narkotika.
13)
Campuran atau sediaan difenoksilat
dengan bahan lain bukan narkotika.
Adapun dampak memakai narkotika sebenarnya banyak sekali,
diantaranya adalah otak tidak berfungsi sebagaimana mestinya, organ didalam tubuh
rusak, impotent pada pria, gangguan haid dan alat reproduksi pada wanita,
HIV/AIDS dan yang paling mengerikan adalah kematian. Jika seorang pecandu tidak
memakai narkotika maka seluruh tubuh sangat sakit sekali.
Seorang pecandu
sangat besar sekali kemungkinannya tertular HIV/AIDS. Karena kadang kala mereka
menggunakan alat suntik secara bersamaan dengan seseorang yang sudah terkena
HIV/AIDS.
Dan bagi
seorang pecandu wanita jikalau mereka tidak rnempunyai uang untuk membeli
narkotika, kadang kala mereka mempergunakan tubuh mereka untuk mendapatkannya.
Mereka melakukan hubungan seks bebas untuk mendapatkan narkotika. Hal mi bisa
menyebabkan seorang pecandu terkena HIV/AIDS. Dan jika mereka masih menggunakan
narkotika ketika mengandung anak, kemungkinan besar anak yang dilahirkannya
akan mengalami kecanduan juga.
Karena seorang
pecandu terus menerus mengkonsumsi narkotika maka dapat mengakibatkan berbagai
sistem di dalam tubuh menjadi rusak atau tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Dikarenakan seorang pecandu sering kali tidak merasa puas maka pecandu akan
menambah terus dosis yang dipakainya. Hal ini bisa menyebabkan seorang pecandu
mengalami over dosis dan meninggal dunia.
Sebenarnya
masih banyak sekali dampak negatif atau akibat yang ditimbulkan karena memakai
narkotika dan jikalau dijelaskan satu persatu akan menghabiskan
berlembar-lembar halaman.
kematian. Jika
seorang pecandu tidak memakai narkotika maka seluruh tubuh sangat sakit sekali.
Seorang pecandu sar1gat besar sekali
kemungkinannya tertular HIV/AIDS. Karena kadang kala mereka menggunakan alat
suntik secara bersamaan dengan seseorang yang sudah terkena HIV/AIDS.
Dan bagi seorang pecandu wanita
jikalau mereka tidak rnempunyai uang untuk membeli narkotika, kadang kala
mereka mempergunakan tubuh mereka untuk mendapatkannya. Mereka melakukan
hubungan seks bebas untuk mendapatkan narkotika. Hal mi bisa menyebabkan
seorang pecandu terkena HIV/AIDS. Dan jika mereka masih menggunakan narkotika
ketika mengandung anak, kemungkinan besar anak yang dilahirkannya akan
mengalami kecanduan juga.
Karena seorang pecandu terus menerus
mengkonsumsi narkotika maka dapat mengakibatkan berbagai sistem di dalam tubuh
menjadi rusak atau tidak bekerja sebagaimana mestinya. Dikarenakan seorang
pecandu sering kali tidak merasa puas maka pecandu akan menambah terus dosis
yang dipakainya. Hal mi bisa menyebabkan seorang pecandu mengalami over dosis
dan meninggal dunia.
Sebenarnya masih banyak sekali
dampak negatif atau akibat yang ditimbulkan karena memakai narkotika dan
jikalau dijelaskan satu persatu akan menghabiskan berlembar-lembar halaman.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar di Kantor
Kepolisian Kota Makassar dan lembaga pemasyarakatan Kota Makassar. Dipilihnya
lokasi penelitian mi dengan pertimbangan bahwa sering terjadi penyalahgunaan
narkotika di kalangan remaja.
B. Pendekatan, Sifat dan Tipe Penelitian
1.
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian mi adalah pendekatan kriminologi dan psikologi perkembangan remaja.
2.
Sifat penelitian mi adalah deskriptif
yang mana dalam menguraikan tentang perkembangan kasus penyalahgunaan narkotika
di Kota Makassar selama lima tahun terakhir ini.
3.
Tipe penelitian adalah menelaah secara
normative yaitu Iebih ditekankan bagaimana upaya penanggulangan terhadap
penyalahgunaan narkotika dan penerapan hukum sebagai konsekwensi baginya akan
memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan penyalahgunaan narkotika di Kota
Makassar.
C. Populasi dan Sampel
1.
Populasi dalam penelitian ini adalah
sebuah elemen yang ada di Kepolisian dan Lembaga Pemasyarakatan Makassar, yang
dalam hal mi merupakan subjek penelitian itu sendiri.
2.
Sampel penelitian adalah yang diambil
dan bagian dan populasi yang dianggap dapat mewakili dan total atau keseluruhan
populasi yang ada, kemudian cara pengambilan adalah dengan cara acak (random)
dengan pimpinan kedua instansi sebagai lokasi penelitian
D. Jenis dan Sumber Data
1.
Data primer, yaitu data yang diambil
Iangsung dan sumber data. Dalam hal mi pihak kepolisian dan pihak lembaga
pemasyarakatan Makassar dan korban narkotika itu sendiri.
2.
Data sekunder, yaitu data yang
bersumber dan buku-buku, majalah, surat kabar, dan peraturan perundang-undangan
serta bahan-bahan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pembahasan ini.
E. Teknik Pengumpulan Data
1.
Dengan cara penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian yang dilakukan
menganalisa dan mengkaji buku-buku dan bahan-bahan yang berkaitan dengan
penyalahgunaan narkotika dan perkembangan jiwa remaja.
2.
Penelitian lapang (field research) dengan cara wawancara langsung kepada responden
yang ada dilapangan atau lokasi penelitian.
F. Analisis Data
Sudah barang tentu setelah dapat diperoleh maka penulis
melakukan pengolahan baik data primer maupun data sekunder. Pengolahan data mi
menggunakan teknik kualitatif dan kuantitatif yang di satu pihak akan
menggunakan telaah normative sebagai landasan hukum/teori, dan di pihak lain
menggunakan tabulasi.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Faktor penyebab terjadinya
penyalahgunaan narkotika dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan jiwa remaja di Kota
Makassar
Faktor-faktor yang mendorong
seseorang untuk berbuat dinamakan motivasi. Motivasi berarti kecenderungan
untuk bergerak, dalam hal ini pendorong untuk berbuat sesuatu tak terkecuali
penyalah gunaan narkotika dikalangan remaja.
Motivasi dari penyalahgunaan
narkotika dikalangan remaja khususnya di Kota Makassar dari hasil penelitian,
pengamatan dan wawancara penulis dengan pihak kepolisian Polres Kota Makassar
bahwa pada dasarnya disebabkan oleh 2 (dua) macam bentuk motifasi intern motivasi
ekstern dengan masing-masing faktor-faktor penyebabnya.
1. Motivasi Intern
Motivasi intern adalah motivasi yang timbul dari dalam diri
seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Lingkup motivasi intern ini dalam
kaitannya dengan penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja adalah disebabkan
oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Faktor usia remaja
Dalam hal ini masih kita jumpai
kebanyakan anak ynag melakukan kenakalan berupa penyalahgunaan narkotika adalah
dibawah usia 21 tahun karena pada masa ini adalah masa peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa.
Pada masa perkembangan, jiwa mereka mempunyai sifat-sifat :
-
Ingin diperhatikan
-
Senang berfantasi
-
Mengandalkan rasa “akunya”
-
Ingin mengetahui masalah seksual dan
lain sebagainya.
Tabel 1 Populasi pelaku penyalahgunaan narkotika dari
data perkara yang kelembaga pemasyarakatan Kota Makassar dari tahun 2010-2014
Status
|
Umur
|
Tahun
|
Jumlah
|
||||
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
|||
Dewasa
|
>
22 Thn
|
2
|
2
|
3
|
4
|
5
|
16
|
Remaja
|
13-21
Thn
|
2
|
4
|
5
|
6
|
7
|
24
|
Anak-anak
|
1-12
Thn
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Total
|
4
|
6
|
8
|
10
|
12
|
40
|
Sumber
: Lembaga Permasyarakatan Kota Makassar.
Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat dilihat bahwa kasus
penyalahgunaan narkotika di Kota Makassar sebagian besar dilakukan oleh remaja
dibawah umur 21 tahun. Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena remaja
diharapkan sebagai generasi yang dapat melanjutkan cita-cita perjuangan bangsa
justru terjebak dalam kondisi ini.
b. Faktor Kepribadian
Berbicara tentang kepribadian,
sebenarnya kita telah melibatkan diri pada masalah psikologi. Kepribadian adalah
suatu totalitas terorganisir dari disposisi-disposisi psikis manusia yang
indifidual, yang memberikan kemungkinan untuk membedakan ciri-cirinya yang umum
dengan pribadi lainnya dan mempunyai aspek-aspek yang saling yang saling
berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Individu ini berarti bahwa setiap orang
itu mempunyai kepribadian sendiri yang khas, yang tidak identik dengan orang
lain, yang dapat tidak dapat diganti atau disubtitusikan oleh orang lain. Jadi
ada ciri-ciri atau sifat indifidual pada aspek psikisnya yang bisa membedakan
dirinya dengan orang lain.
Dalam menyoroti pribadi remaja yang
melakukan penyalahgunaan narkotika di Kota Makassar, ada 6 (enam) faktor
kepribadian remaja yang menyebabkan mereka menyalahgunakan narkotika, yaitu:
1)
Rendah diri, rasa rendah diri dalam
pergaulan masyarakat, karena tidak dapat mengatasi perasaan tersebut maka untuk
menutupi kekurangan dan agar dapat menunjukkan eksistensi dirinya kemudian
melakukan dengan cara menyalahgunakan narkotika, sehingga dapat merasa
mendapatkan apa yang diangan-angankan antara lebih aktif, lebih berani, dan
sebagainya.
2)
Emosional, emosi remaja pada umumnya
masih labil apalagi masa pubertas, pada masa-masa tersebut biasanya ingin lepas
dari ikatan aturan-aturan yang diberlakukan oleh orang tuanya, disisi lain
masuk ada ketergantungan dengan orang tua untuk memenuhi kebutuhan pribadinya,
sehingga hal itu berakibat timbulnya konflik pribadi tersebut ia mencari
pelarian dengan menyalahgunakan narkotika dengan tujuan untuk mengurangi
ketegangan atau agar lebih berani menentang kehendak dan aturan yang diberikan
oleh orang tuanya.
3)
Mental, lemahnya mental seseorang akan
mudah untuk dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya untuk bertindak dan atau berbuat
hal-hal yang negatif, sehingga pada gilirannya tanpa terasa bahwa dirinya telah
terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika, karena hal itu apabila tidak
dilakukan dirinya merasa tidak dapat mengimbangi perilaku dalam lingkungan dan
dirinya merasa diasingkan.
4)
Konflik batiniyah, yaitu bertentangan
antara dorongan infantile ke kanak-kanak melawan pertimbangan yang rasional dan
kemudian terjadilah banyak ketegangan jiwa dan kecemasan sehingga akan
menghambat atau membelokan adaptasi anak terhadap tuntutan lingkungan.
5)
Pemaksaan intra psikis yang keliru
terhadap segala pengalaman sehingga terjadi harapan palsu, frustasi, ilusi,
kecemasan yang bersifat semu, tetapi dihayati oleh anak sebagai kenyataan
akibatnya anak beraksi dengan pola tingkah laku yang salah antara lain mudah
putus asa, aptiesme, agresi gejala-gejala ngamuk, ingin mencoba hal-hal yang
berbeda, dan lain-lain.
6)
Menggunakan reaksi frustasi negatif
lewat cara-cara penyelesaian yang tidak rasional (mekanisme pelarian dan
pembelaan diri yang salah).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
frekuensi terjadinya penyalahgunaan narkotika berdasarkan bulan dan tahun di Kota
Makassar 2010-2014.
Tabel 2. Frekuensi
Terjadinya Penyalahgunaan Narkotika di Kota Makassar dari tahun 2010-2014.
Umur
|
Tahun
|
Jumlah
|
||||
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
||
Januari
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
1
|
Februari
|
1
|
-
|
-
|
-
|
1
|
2
|
Maret
|
-
|
1
|
1
|
1
|
-
|
3
|
April
|
1
|
-
|
-
|
2
|
2
|
5
|
Mei
|
-
|
1
|
2
|
1
|
1
|
5
|
Juni
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
1
|
Juli
|
-
|
1
|
1
|
-
|
-
|
2
|
Agustus
|
1
|
-
|
-
|
-
|
2
|
3
|
September
|
-
|
2
|
2
|
2
|
1
|
7
|
Oktober
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
1
|
November
|
-
|
-
|
1
|
-
|
1
|
2
|
April
|
2
|
1
|
1
|
2
|
2
|
8
|
Total
|
5
|
7
|
8
|
10
|
10
|
40
|
Sumber
: Lembaga Permasyarakatan Kota Makassar.
c. Faktor rendahnya taraf kepatutan
terhadap agama
Tidak dapat disangkal lagi, bahwa agama
mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, dalam hal ini dikhususkan
bagi remaja. Agama merupakan wadah yang tinggi nilainya dalam usaha memerangi
tingkat kenakalan remaja khususnya penyalahgunaan narkotika. Jika kita
mengamati kehidupan para remaja yang menyalahgunakan narkotika, mereka pada
dasarnya terdiri dari remaja-remaja yang mempunyai agama, tetapi mereka telah
luntur warga agamanya, mengabaikan kehidupan beragama dan bergerak mengikuti
hawa nafsu untuk melakukan atau berbuat tindakan tercela dengan melakukan
penyalahgunaan narkotika, sehingga dengan sendirinya termotivasi untuk melakukan
hal-hal yang dilarang baik oleh agama maupun peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Motivasi Ekstern
Yang dimaksud dengan motivasi ekstern adalah motivasi yang
timbul karena pengaruh dari luar si pelaku. Motivasi ekstern dari tindakan
penyalahgunaan narkotika di kalangan remaja di Kota Makassar dari tahun 2010-2014
adalah:
a. Faktor lingkungan sosial
Manusia sebagai makhluk sosial, tidak
terlepas dari lingkungannya, oleh karena itu baik buruk tingkah laku seseorang
tergantung lingkungannya, dan masalah lingkungan sosial sangatlah besar
pengaruhnya terhadap pembentukan jiwa seorang anak.
Dari hasil wawancara penulis dengan
pihak Kepolisian Kota Makassar yaitu Bapak AKP. Mursalim Awi pada tanggal 16
Maret 2015 dikatakan bahwa ada 6 (enam) faktor lingkungan sosial yang
menyebabkan remaja menyalahgunakan narkotika, yaitu:
·
Motif ingin tahu, bahwa remaja
mempunyai sifat selalu ingin tahu segala sesuatu dan ingin mencoba sesuatu yang
belum atau kurang diketahui dampak negatifnya. Misalnya: ingin tahu rasanya
narkotika.
·
Kesempatan, karena kesibukan kedua
orang tua maupun keluarga dengan kegiatannya masing-masing atau akibat broken
home, kurang kasih saying, dan sebagainya, maka dalam kesempatan tersebut
kalangan remaja berupaya mencari pelarian dengan cara menyalahgunakan
narkotika.
·
Saran dan prasarana, sebagai rasa
ungkapan kasih saying terhadap putra putrinya terkadang orang tua memberikan
fasilitas dan uang yang berlebihan, namun hal itu disalahgunakan untuk
memuaskan segala keingintahuan dirinya antara lain berawal dari minuman keras
kemudian menggunakan narkotika.
·
Pengaruh dari kawan sepermainan.
·
Pengaruh lingkungan sekolah, misalnya
kondisi sekolah, keadaan guru, dan sistem pengajaran yang tidak menguntungkan,
akan menyebabkan anak cepat bosan sehingga lingkungan sekolah tidak menarik
perhatikannya. Akibatnya mereka melakukan pelarian dengan cara menyalahgunakan
narkotika.
·
Pengaruh sosial ekonomi, bisa merupakan
salah satu pendorong untuk mengarahkan remaja melakukan penyalahgunaan
narkotika.
b. Faktor lingkungan keluarga
Keluarga merupakan kesatuan dari
masyarakat kecil yang mempunyai motivasi dan tujuan hidup tertentu dimana dalam
suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya mempunyai fungsi
dan tanggung jawab yang saling mengisi baik eksistensi maupun keselamatan dari
persekutuan hidup.
Keluarga merupakan fundamen yang
pertama dan utama bagi pembentukan jiwa anak. Apabila lingkungan keluarga itu
tidak berfungsi secara wajar maka akan menimbulkan keadaan secara potensial
menghasilkan anak-anak nakal antara lain:
1)
Rumah tangga yang berantakan (broken
home)
2)
Orang tua selalu memanjakan anak
3)
Pendidikan anak yang kurang perhatian
c. Faktor Pergaulan
Penyalahgunaan narkotika oleh para
remaja yang dapat membawa mereka dalam kecanduan dan ketergantungan tidak dapat
terlepas dari lingkungan pergaulannya. Artinya saat pertama remaja mengenal dan
mencoba narkotika dan dimana obat-obat terkutuk itu mereka temukan adalah
ditengah pergaulan (pada pertemuan) dan ditempat-tempat tertentu yang oleh
kelompok kecil pecandu dikenal dengan baik.
Nampak penyalahgunaan narkotika di
kalangan remaja adalah suatu pergaulan khusus dan diam-diam, antara pecandu
ditengah suatu pergaulan masyarakat luas yang mungkin acuh atau tidak begitu
mudah untuk mengetahui apa yang sedang mereka lakukan.
Jelaslah
bahwa remaja-remaja pecandu narkotika hidup dalam dunia pergaulan tersendiri,
lepas dari lingkungan pergaulan yang wajar. Mereka dipaksa oleh pengaruh
narkotika untuk tidak peduli dengan norma-norma dan nilai-nilai pergaulan hidup
yang sebenarnya telah dianut sejak masa kanak-kanak dalam asuhan orang tua dan
kekerabatan harmonis lingkungan terdekatnya (para tetangga dan sekolah). Tetapi
disamping daya paksa narkotika menarik remaja kedunia tersendiri, lingkungannya
mencari narkotika untuk memasuki ketersendirian. Mereka yang dalam keadaan itu
dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu:
1)
Remaja yang ingin mengalami daya kerja
narkotika
2)
Remaja yang ingin menjauhi realitas
3)
Remaja yang ingin mengubah
kepribadiannya
Remaja yang demikian berpendirian bahwa
hal-hal tersebut dapat dilakukan melalui penyalahgunaan narkotika. Bahwa
narkotika bisa memiliki daya tersebut juga didengarnya dari teman-temannya.
Lingkungan pergaulan khusus para pecandu narkotika senantiasa ada karena pengedar
narkotika gelap dengan sindikatnya senantiasa mencari korban, dan pengaruh dari
lingkungan pergaulan mempengaruhi keadaan remaja tertentu yang malahan mencari
narkotika untuk berbagai tujuan di atas. Maka ditengah lingkungan pergaulan
dimana remaja dengan aneka kondisi identitas berada didalamnya terjadi
penawaran dna permintaan (supply and
demand) yang sukar dihentikan, karena yang berusaha menawarkan dengan cara
paksa dan licin yaitu para pengedar gelap, melakukan dengan motivasi yang kuat.
Sebaliknya dalam lingkungan pergaulan ada remaja-remaja yang potensial untuk
menjadi pecandu malahan merupakan konsumen yang mencari-cari narkotika.
Dari uraian diatas dapatlah
digarisbawahi bahwa masalah-masalah dalam lingkungan pergaulan dan operasi
daripada produsen dan pengedar gelap narkotika membentuk pasar yang
mempertautkan permintaan dan penawaran narkotika, sehingga berlangsunglah
kelompok pergaulan khusus agar remaja-remaja tertentu yang acuh terhadap
segalanya termasuk hidup pribadinya, kecuali “mustika” yang tiap saat
diidamkannya yaitu narkotika dalam berbagai jenisnya yang telah melekat mulai
dari yang agak lemah sampai jenis yang terkuat.
Adapun
faktor-faktor penyebab terjadi penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja di Kota
Makassar berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa pihak di
Pengadilan Negeri Kota Makassar pada tanggal 16 Maret 2015 dikatakan bahwa ada
banyak sekali sebab-sebab penyalahgunaan narkotika, antara lain:
1)
Merupakan reaksi permusuhan terhadap
masyarakat luas.
2)
Kurangnya informasi masalah bahaya
penyalahgunaan narkotika kepada masyarakat khususnya remaja sehingga banyak
isu-isu yang dilontarkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mencoba narkotika.
3)
Kebijaksanaan dalam hal pariwisata
membuat bebasnya wisatawan masuk yang memungkinkan disertai membawa
barang-barang haram.
4) Harga dipasaran gelap untuk jenis narkotika yang
terjangkau dikalangan menengah keatas.
5) Kemudahan untuk mendapatkan narkotika dipasaran gelap.
6)
Kurangnya pengketatan dan pengawasan
izin usaha tempat hiburan.
7)
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat
mendorong untuk berfoya-foya.
8)
Untuk memperoleh pengalaman dari
mempergunakan narkotika, ingin tahu bagaimana rasanya.
9)
Akibat perubahan tingkahlaku selama
masa puber
10)
Untuk mencari arti daripada hidup,
menurut pendapat si pemakai (dalam keadaan bimbang).
11)
Untuk mengisi kekosongan dari perasaan
bosan, karena kurangnya aktivitas dan kesibukan.
12)
Sebagai suatu cara untuk mengatasi
stress frustasi.
13)
Ingin masuk kedalam pergaulan yang ada
14)
Ketidakmampuan berinteraksi pada
kondisi sosial, emosi, dan pribadi masing-masing.
15)
Lingkungan sekolah yang rawan, seperti
sekolah yang dekat pusat perbelanjaan, dekat terminat, dilingkungan kumuh, dan
sebagainya.
16)
Merasa mempunyai kekurangan.
17)
Menghindari atau melarikan diri dari
masalah.
18)
Sebagai tindakan untuk menunjukkan
protes dan melawan sesuatu otoritas terhadap orang tua, guru, norma-norma, dan
sebagainya.
19)
Untuk membuktikan keberanian dan
melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya seperti ngebut, berkelahi, dan
lain-lain.
20)
Untuk menghilangkan rasa kesepian
dengan maksud mendapatkan pengalaman-pengalaman emosionil.
21)
Sebagai pernyataan dirinya hebat atau
sudah dewasa.
22)
Ketidakadaan tantangan dalam hidup ini.
23)
Sebagai perubahan nilai kehidupan yang
menganggap menggunakan narkotika sebagai suatu gaya hidp sekarang.
24)
Menyukai efek yang terjadi pada
dirinya.
25)
Pola hidup konsumtif masyarakat
kota-kota besar yang ingin mencoba-coba sesuatu yang baru.
26) Akibat lamanya masa pendidikan, maka timbul suatu
tantangan dapat berdiri sendiri.
27) Keluarga yang broken home, miskin, konflik antara
orang tua dan anak, kesibukan orang tua, komunikasi satu arah dan tidak
terbukanya dalam suatu keluarga.
28) Ingin menikmati hal-hal yang baru dan berbahaya.
29) Akibat kegagalan dalam pencintaan, gagal dalam karir.
30) Pribadi yang lemah, orang yang tidak dapat menghadapi
realita hidup.
31) Rasa keingintahuan dari tawaran orang lain yang sudah
lebih dulu menjadi korban narkotika.
32)
Tidak adanya percaya diri.
33)
Mudahnya mendapat barang narkotika itu
sendiri.
34)
Semakin menjamurnya tempat-tempat
hiburan malam diberbagai pelosok yang disinyalir merupakan tempat transaksi
narkotika.
35)
Mudah terpengaruh pada orang lain,
mudah kecewa, kecemasan, depresi, dan cepat bosan.
36)
Pengertian yang salah terhadap human
right serta kebebasan manusia.
37)
Pelarian dari kesusahan.
38)
Ingin mendemonstrasikan kedewasaan,
ingin mengembangkan kreatifitas kemampuan, misalnya pada pemain musik dan
sandiwara.
39)
Adanya penyakit-penyakit mental jiwa.
40)
Untuk mempermudah penyaluran perbuatan
seks.
41)
Untuk rasa kesetiakawanan.
42)
Dan lain-lain.
B. Dampak Penyalahgunaan Narkotika
Terhadap Perkembangan Jiwa Remaja dan Upaya-upaya Untuk Menanggulangi
Penyalahgunaan Narkotika Di Kalangan Remaja di Kota Makassar
1. Dampak Penyalahgunaan Narkotika
Terhadap Perkembangan Jiwa Remaja
Adapun dampak pemakai narkotika sebenarnya banyak sekali,
diantaranya adalah otak tidak berfungsi sebagaimana mestinya, organ dalam tubuh
rusak, impotent pada pria, gangguan haid dan alat reproduksi pada wanita,
HIV/AIDS dan yang paling mengerikan adalah kematian.
Dampak yang paling menonjol pemakai narkotika di Kota Makassar
banyaknya para remaja memperlihatkan perubahan-perubahan mental dan perilaku
yang tidak seperti biasanya. Pengaruh terhadap perkembangan jiwa remaja di Kota
Makassar banyaknya remaja-remaja pecandu narkotika hidup dalam dunia pergaulan
sendiri, lepas dari lingkungan pergaulan yang wajar. Mereka dipaksa oleh
pengaruh narkotika untuk tidak perduli dengan norma-norma dan nilai-nilai
pergaulan hidup yang sebenarnya telah dianut sejak masa kanak-kanak.
Nampak penyalahgunaan narkotika di Kota Makassar adalah
suatu pergaulan khusus dan diam-diam, antara pecandu ditengah suatu pergaulan
masyarakat luas yang mungkin acuh atau tidak begitu mudah untuk mengetahui apa
yang sedang mereka lakukan.
Remaja yang menggunakan narkotika di Kota Makassar dalam
kesehariannya mereka secara tidak sadar telah menjadi pencandu. Adapun
gejala-gejala yang ditimbulkan seperti munculnya halusinasi dan delusi,
perilaku maladatif, retardasi psikomotor, daya minat menurun, depresi dan lain sebagainya.
Remaja yang menggunakan narkotika di Kota Makassar juga terjadi handaya (impairment), dalam fungsi sosial atau
pekerjaan, misalnya: perkelahian, kehilangan kawan-kawan, tidak masuk
sekolah/kerja, dikeluarkan dari sekolah (Drop Out), kehilangan pekerjaan atau
terlibat pelanggaran hukum (tindak kekerasan, perkosaan, pembunuhan dan
sejenisnya).
Remaja yang menggunakan narkotika di Kota Makassar tidak
hanya menimbulkan gejala gangguan mental dan perilaku tetapi dalam jangka
panjang dapat menimbulkan gangguan pada organ otak, liver, alat pencernaan.
Pankreas, otot, janin, endokrin, nutrisi, metabolisme dan resiko kanker. Dalam
penelitian yang penulis dapat bahwa sebagian besar pengguna narkotika dalam
jangka panjang mengalami penyakit dan akhirnya meninggal dunia.
2. Upaya-upaya untuk menanggulangi
penyalahgunaan narkotika di dikalangan remaja di Kota Makassar
Sebelum penulis menguraikan upaya-upaya penanggulangan apa
saja yang diterapkan untuk menanggulangi penyalahgunaan narkotika, maka
terlebih dahulu penulis memberikan gambaran dengan tabel status pendidikan
jenis kelamin dan golongan umur, dan jumlah teman kelompok sesama pemakai dan
jumlah yang sudah meninggal pelaku penyalahgunaan narkotika di Kota Makassar
tahun 2010-2014.
Tabel 3. Keadaan
dan status pendidikan pelaku penyalahgunaan narkotika di Kota Makassar tahun 2010-2014.
Status Pendidikan
|
Tahun
|
Jumlah
|
||||
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
||
Tidak
pernah sekolah
|
1
|
2
|
4
|
6
|
3
|
16
|
Sekolah
Dasar
|
3
|
1
|
2
|
3
|
2
|
11
|
SLPT
|
7
|
10
|
15
|
20
|
25
|
77
|
SMU
|
10
|
15
|
20
|
25
|
30
|
100
|
Perguruan
Tinggi
|
5
|
2
|
1
|
5
|
7
|
37
|
TOTAL
|
26
|
38
|
51
|
59
|
67
|
241
|
Sumber
: Lembaga Permasyarakatan Kota Makassar.
Tabel 4. Jumlah kasus menurut jenis kelamin dan
golongan umur.
Golongan Umur (Thn)
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
14
– 18
|
23
|
6
|
29
|
19
– 23
|
46
|
6
|
52
|
24
– 28
|
13
|
3
|
16
|
29
– 33
|
2
|
-
|
2
|
34
-
|
1
|
-
|
1
|
TOTAL
|
85
|
15
|
100
|
Sumber
: Lembaga Permasyarakatan Kota Makassar.
Dari data yang penulis peroleh di atas, maka dapat dilihat
bahwa usia yang rentang terhadap penyalahgunaan narkotika adalah kalangan
remaja, yaitu mereka yang duduk di bangku SLTP dan SMU, menurut jenis kelamin
dan golongan umur serta teman sepergaulannya sehari-hari sehingga dapat digaris
bahwa bahwa kalangan remaja adalah kelompok masyarakat yang paling rawan
terprofokasi oleh penyalahgunaan narkotika.
Melihat kondisi di atas maka upaya-upaya penanggulangan
penyalahgunaan narkotika baik yang dilakukan oleh pemerintah, aparat hukum, dan
masyarakat luas sangat penting peranannya dalam rangka mengurangi
penyalahgunaan narkotika khususnya di kalangan remaja. Untuk itu dibawah ini akan
diuraikan upaya-upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika berdasarkan
pengamatan dan wawancara penulis kepada pihak kantor Kepolisian Kota Makassar
yaitu pada Bapak Brigpol Jusman sebagai Kanit Narkoba pada tanggal 16 Maret
2015.
Mencegah terjadinya tindakan
penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja adalah lebih baik daripada mencoba
mendidik para korban penyalahgunaan narkotika tersebut menjadi remaja yang
baik-baik. hal ini searah dengan falsafah dunia kedokteran yaitu “lebih baik
mencegah daripada mengobat”, kiranya demikian juga adanya dalam dunia
kriminologi, “lebih baik mencegah dari pada menghukum”.
Upaya-upaya yang ditempuh oleh pihak
Kepolisian Kota Makassar dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika
dikalangan remaja yaitu melakukan langkah-langkah pre-emtif, preventif, dan
represif maupun perawatan dan rehabilitasi para penderita penyalahgunaan
narkotika, yang dalam pelaksanaannya melibatkan Departemen dan instansi terkait
maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai berikut :
a. Upaya pre-emtif
Upaya pre-emtif adalah pencegahan
secara dini melalui kegiatan-kegiatan edukatif dengan sasaran mempengaruhi
faktor-faktor penyebab, pendorong, dan faktor peluang yang biasa disebut dengan
Faktor Korelatif Kriminologi (FKK) dari terjadinya pengguna dan menciptakan
suatu kesadaran dan kewaspadaan serta daya tangkal guna terbinanya kondisi perilaku
dan norma hidup bebas dari penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja yang mana
secara fungsional dan berkala memberikan penerangan terhadap pemuda atau pelajar
tentang bahaya penyalahgunaan narkotika.
Kegiatan ini pada dasarnya merupakan
pembinaan dan pengembangan lingkungan serta pengembangan sarana dan kegiatan
yang positif dimasyarakat dan bersama instansi terkait mengadakan pengawasan
terhadap pendistribusian obat keras tertentu khususnya narkotika guna mencegah
adanya kebocoran agar tidak terjadi penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja.
Lingkungan
keluarga sangat besar peranannya dalam mengantisipasi segala perbuatan yang
dapat merusak kondisi keluarga yang telah terbina dengan serasi dan harmonis
disamping itu, sekolah juga merupakan lingkungan yang sangat besar pengaruhnya
bagi perkembangan kepribadian remaja, baik untuk pengembangan ilmu pengetahuan
maupun pengaruh negatif dari sesama pelajar. Oleh karena itu perlu terbina
hubungan yang harmonis baik sesama pelajar maupun antar pelajar dengan pengajar
sehingga akan menghindari bahkan akan menghilangkan peluang pengaruhi negatif
untuk dapat berkembang dilingkungan pelajar. Mengembangkan pengetahuan kerohanian
atau keagamaan dan pada saat-saat tertentu dilakukan pengecekan terhadap murid
untuk mengetahui apakah diantara mereka telah menyalahgunakan narkotika. Selain
itu dapat juga dilakukan dengan cara memberikan penerangan terhadap
pemuda/pelajar tentang bahaya penyalahgunaan narkotika.
b. Upaya Preventif
Pencegahan lebih baik dari pada
pemberantasan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian
untuk mencegah supply and demand agar
tidak saling interaksi atau dengan kata lain mencegah terjadinya Ancaman
Faktual (AF).
Upaya preventif bukanlah semata-mata
dibebankan kepada polisi, namun juga melibatkan instansi terkait seperti bea
dan cukai, balai POM, guru, pemuka agama, dan tidak lepas dari dukungan maupun
peran serta masyarakat. Upaya preventif yang dilakukan oleh polisi adalah:
1)
Secara intensif dengan instansi terkait
melakukan pengawasan terhadap tempat-tempat yang diduga keras sebagai jalur
lalu lintas gelap narkotika seperti dipelabuhan laut dan udara yang menjadi
jalur masuknya para pendatang baik dalam negeri maupun luar negeri.
2)
Melakukan pengawasan secara rutin
ditempat-tempat hiburan malam seperti diskotik, pub, karaoke, night club,
hotel-hotel.
3)
Bekerjasama dengan para pendidik untuk
melakukan pengawasan terhadap sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang diduga
telah terjadi penyalahgunaan narkotika.
4)
Meminta kepada instansi yang mempunyai
kewenangan untuk mencabut izin usaha terhadap pengusaha-pengusaha hiburan yang
melanggar ketentuan waktu membuka dan menutup kegiatannya, terutama tempat
hiburan yang diduga keras sebagai tempat peredaran penyalahgunaan narkotika.
5)
Pengendalian situasi khususnya yang
menyangkut aspek budanya, ekonomi, dan politik yang cenderung dapat merangsang
terjadinya penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja.
6)
Pembinaan atau bimbingan dan
partisipasi masyarakat secara aktif untuk menghindari penyalahgunaan tersebut
dengan mengisi kegiatan-kegiatan yang positif.
7)
Melakukan operasi kepolisian dengan
cara patroli, razia ditempat-tempat yang dianggap rawan terjadinya penyalahgunaan
narkotika.
8)
Polisi dalam upaya mencegah
penyalahgunaan narkotika bersama-sama dengan instansi terkait melakukan
penyuluhan terhadap segala lapisan masyarakat baik secara langsung, melalui
media cetak maupun media elektronik.
c. Upaya Represif
Upaya represif adalah merupakan langkah
terakhir yang harus ditempuh apabila langkah-langkah melalui upaya pre-emtif
dan preventif tidak berhasil, upaya represif merupakan pemindahan penegakkan
hukum terhadap Ancaman Faktual (AF) yaitu terhadap penyalahgunaan narkotika di kalangan
remaja maupun efek yang ditimbulkan daripada penyalahgunaan narkotika, melalui
proses penyidikan dengan mempedomani Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dikaitkan dengan Undang-undang
yang berkaitan dengan tindak pidana yang terjadi.
Upaya regresif pada dasarnya adalah
pemindahan terhadap para pelaku yang melakukan tindak pidana pengedaran dan
penggunaan narkotika guna diproses sesuai hukum yang berlaku.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan usaha untuk
menolong, merawat, dan merehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika dalam
lembaga tertentu, sehingga diharapkan para korban dapat kembali dalam
lingkungan masyarakat atau mendapatkan pekerjaan yang layak.
Dalam upaya penyembuhan dan pemulihan
kondisi dari para remaja penyalahgunaan narkotika di Kota Makassar, dewasa ini
polisi bekerjasama dengan lembaga-lembaga sosial masyarakat seperti Geram
(Gerakan Anti Madat) Granat (Gerakan Anti Narkotika), dan lembaga-lembaga
lainnya untuk melakukan pemulihan terhadap korban penyalahgunaan narkotika di
kalangan remaja. Hal ini sudah dilakukan diberbagai tempat baik oleh lembawa
swadaya masyarakat dengan pendekatan berbagai disiplin ilmu ataupun oleh
instansi-instansi pemerintah seperti rumah sakit, Departemen kesehatan, dan
lain-lain.
Menurut Bapak AKP. Mursalim Awi, bahwa
konsepsi penanggulangan terpadu akan meliputi aspek-aspek idiologis, politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan aspek pertahanan dan keamanan negara. Implementasi
aspek-aspek tersebut dapat diwujudkan dengan meningkatkan pembinaan terhadap:
1)
Aparatur penegak hukum yang menangani
masalah penyalahgunaan narkotika dengan meningkatkan kemampuan di bidang
organisasi, personal, dan sarana teknologi yang sarat.
2)
Perundang-undangan yang efektif
(Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dalam hubungan dengan
remaja masih perlu dikaitkan dengan perundang-undangan lain yang khusus
menyangkut remaja seperti Undang-undang tentang peradilan anak, tentang
kesejahteraan anak, dan sebagainya).
3)
Peradilan yang efektif yang didukung
oleh sistem dan administrasi peradilan yang favorable.
4)
Koordinasi antara aparatur penegak
hukum dan aparatur pemerintah lain yang berhubungan seperti jalur-jalur
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Departemen Agama, Departemen Sosial, dan
sebagiannya secara serasi dan saling mengisi.
5)
Pers yang bebas dan bertanggung jawab
yang secara sadar ikut serta menanggulangi penyalahgunaan narkotika melalui
pemberitaan yang terarah.
6)
Keikutsertaan warga masyarakat dalam penanggulangan
penyalahgunaan narkotika dalam pengertian bahwa pribadi-pribadi maupun dalam
bentuk lembaga-lembaga sosial aktif mengambil bagian dalam pelaksanaannya.
Sedangkan berdasarkan penghambatan dan
wawancara penulis terhadap beberapa pihak di Lembaga Pemasyarakatan Kota Makassar
tanggal 17 Maret 2015, dengan opininya masing-masing dikatakan bahwa
upaya-upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja dapat
dilakukan dengan cara-cara berikut:
1)
Mempelajari bahaya narkotika dengan
cara-cara menghindari pengaruh narkotika dan menggunakan pengetahuan yang
dimiliki tersebut untuk membantu teman agar memahami dan menghindari
penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja.
2)
Mendorong orang tua siswa untuk aktif
dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah dalam rangka penanggulangan
penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja.
3)
Berupaya menjamin komunikasi yang baik
dengan guru, kepala sekolah, dan orang tua siswa pada umumnya.
4)
Jangan sekali-kali mencoba narkotika
walaupun hanya sekali saja. Jangan takut atau malu untuk menolak terhadap orang
atan teman yang menawarkan narkotika.
5)
Orang tua hendaknya menetapkan standar
perilaku, batasan dan harapan yang jelas bagi anak-anaknya, baik dalam kegiatan
belajar, maupun dalam kegiatan lain.
6)
Mengupayakan komunikasi yang baik bagi
anak dan membangun jaringan komunikasi dengan anak-anak lain yang bisa diajak
diskusi tentang isu penyalahgunaan narkotika.
7)
Segera menindak lanjut dan mengambil
tindakan yang tegas apabila mendapat laporan tentang adanya kepemilikan, peredaran,
dan penggunaan narkotika oleh siswa dilingkungan sekolah.
8)
Memantau kegiatan yang dilakukan oleh
anak, mengenali teman akrabnya, dan mengupayakan untuk mengenal orang tua
mereka.
9)
Perkuat dan
perdalam agama dan iman. Hal ini sangat dianjurkan mulai dari
keluarga.
10) Sering mengikuti atau mendengar kampanye atau seminar
narkoba.
11) Mendorong masyarakat dan instansi terkait untuk
mendukung sekolah dan berpartisipasi dalam program pencegahan dan
penanggulangan penyalahgunaan narkotika dilingkungan sekolah.
12) Mengembangkan program lingkungan sekolah bebas
narkotika berdasarkan situasi sekolah setempat, data yang akurat, dan dengan
mempertimbangkan sumber daya yang sesuai dengan strategi yang telah/sedang
dijalankan.
13) Mengusahakan fasilitas olah raga, kesenian, dan
keterampilan yang cukup memadai di sekolah yang memungkinkan siswa dapat
menyalurkan rasa tertekan, bosan, dan jenuh dalam mengikuti kegiatan belajar.
14)
Mendorong anak untuk mau menceritakan
apa saja yang dialaminya sehari-hari, teman-teman, guru, minat anak, dan
sebagainya.
15)
Mengembangkan program pendidikan
pencegahan penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja, antara lain melalui
peintegrasian dan kurikulum yang ada. Misalnya: melalui pendidikan kesehatan
jasmani, IPA, IPS, dan bahasa atau dalam keadaan mendesak melalui mata
pelajaran khusus.
16)
Menghalangi ketahuan agar sekolah atau
perguruan tinggi bebas dari praktek jual beli narkotika (isolasi).
17)
Mendiskusikan masalah-masalah yang
dihadapi si anak sehingga orang tua dapat turut langsung terlibat dalam memecahkan
masalah tersebut dengan penuh pertimbangan dan tetap memperhatikan hal-hal yang
positif.
18)
Melaksanakan kampanye melawan
penyalahgunaan narkotika secara besar-besaran dilingkungan pendidikan dimana
sasaran penting kampanye tersebut yaitu para pembuat kebijakan baik pusat
maupun daerah, para pendidikan (guru, dosen, pamong belajar), dan para peserta
didik.
19)
Di rumah diharapkan para orang tua
dapat memperhatikan perubahan-perubahan negatif putri-putrinya untuk dialihkan
dengan mengisi kegiatan-kegiatan yang positif.
20)
Orang tua diharapkan dapat memberikan
gambaran-gambaran dair beberapa masalah yang nyata akibat yang ditimbulkan oleh
penyalahgunaan narkotika sehingga putra-putrinya terhindar dari masalah
tersebut.
21)
Bersama BP3 dan masyarakat sekitar
sekolah membentuk tim gerakan keamanan sekolah dan menciptakan lingkungan
sekolah bebas narkotika.
22)
Membuat kesepakatan dengan mengenal
kegiatan-kegiatan yang diizinkan untuk diikuti oleh anak, kapan saatnya
berpergian, tempat-tempat yang boleh dan tidak boleh dikunjungi, batasan waktu
bermain, jam pulang, dan sebagainya.
23)
Menegakan kebijakan sekolah secara
jelas dengan mempertimbangkan masukan dari siswa dan orang tua siswa serta
kondisi yang berkembang saat itu. Kebijakan tersebut harus secara jelas
mencantumkan larangan kepemilikan, peredaran, dan penyalahgunaan narkotika.
24)
Aktif berpartisipasi dalam organisasi
sekolah (OSIS) atau sekedar membentuk mengembangkan gagasan kegiatan yang
berhubungan dengan program pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan
narkotika, atau program kegiatan lain yang bertujuan untuk meningkatkan diri
bagi siswa.
25)
Dan lain-lain.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dikemukakan keseluruhan pembahasan dari bab-bab
sebelumnya, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Faktor-faktor yang menyebabkan
penyalahgunaan narkotika di kalangan remaja di Kota Makassar adalah :
a.
Motivasi intern, antara lain:
-
Faktor usia
-
Faktor kepribadian
-
Faktor rendahnya taraf kepatutan
terhadap agama
b.
Motivasi ekstern, antara lain:
-
Faktor lingkungan sosial
-
Faktor lingkungan keluarga
-
Faktor pergaulan
c.
Pengaruh terhadap perkembangan jiwa
remaja di Kota Makassar yakni dapat merusak baik sisi moral maupun fisiknya.
2.
Upaya yang ditempuh untuk menanggulangi
penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja di Kota Makassar, adalah:
a.
Upaya Pre-emtif
Upaya pre-emtif adalah pemecahan secara dini melalui
kegiatan-kegiatan edukatif dengan sasaran mempengaruhi faktor-faktor penyebab,
pendorong, dan faktor peluang yang biasa disebut sebagai faktor korelatif
kriminogen (FKK) dari terjadinya pengguna untuk menciptakan suatu kesadaran dan
kewaspadaan serta daya tangkal guna terbinanya kondisi perilaku dan norma hidup
bebas dari penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja.
b.
Upaya Preventif
Upaya preventif adalah upaya melakukan pengawasan dan
pengendalian untuk mencegah supply and
demand agar tidak saling interaksi atau dengan kata lain mencegah
terjadinya Ancaman Faktual (AF) dalam hal ini narkotika.
c.
Upaya Represif
Upaya represif merupakan penindakan penegak hukum terhadap
Ancaman Faktual (AF) yaitu terhadap penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja
maupun efek yang ditimbulkan dari pada penyalahgunaan narkotika.
d.
Upaya rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan usaha untuk menolong, merawat, dan
merehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika dalam lembaga tertentu, sehingga
diharapkan para korban dapat kembali dalam lingkungan masyarakat atau
mendapatkan pekerjaan yang layak.
B. Saran
1.
Diharapkan kepada aparat bersama
masyarakat Kota Makassar selalu mengawasi dan mengontrol segala perilaku
anak-anak remaja agar tidak melakukan pergaulan bebas sehingga dapat
menjerumuskan mereka untuk melakukan penyalahgunaan narkotika.
2.
Diharapkan pada pihak aparat,
kepolisian, Kejaksaan, hakim dan instansi yang terkait dengan penegakkan hukum
dapat menerapkan Undang-undang tentang Psikotropika dan narkotika dengan
konsisten dan tidak pandang bulu (diskriminasi).
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani, 1987, Hukum
Pidana, Sinar Giafika, Jakarta.
_________ Sosiologi Kriminalitas, Remaja Karya, Bandung.
Andi Hamzah, Delik-delik Tersebar di Luar HUKP, Pradya Praba.
Anonim, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Jakarta.
________ Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Jakarta.
Atmasasmita Romli, 1983, Problema Kenakalan Anak-anak/Remaja (Yuris
Sosiokriminologis), Armico, Bandung.
Bawengan, 1977, Sosiologi Anak, Alumni, Bandung.
Bimo Walgito, 1982, Kenakalan Anak, Yayasan Penerbit
Fakultas Psykologi UGM, Yogyakarta.
Bonger, 1982, Bunga Rampai Kriminologi, Arcan, Jakarta.
Bosu. B, 1982, Sendi-sendi Kriminologi, Nasional, Surabaya.
Daradjat, Zakiah, 1976, Pengaruh Agama Terhadap Masa Depan Remaja,
Alumni Bandung.
Didjowisworo, Soedjono, 1986, Segi Hukum Narkotika di Indonesia, PT.
Karya Nusantara, Bandung.
Gosita Arif, 1985, Masalah Kejahatan Korban Narkotika,
Akademik Pressindo, Jakarta.
Gunarsa, Singgi, D., 1981, Bahaya Narkotika dan Obat-obatan Terlarang
dalam Pembentukan Kepribadian Anak. Sinar Grafika, Jakarta.
H. Dadang Hawari, 2008, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA,
Gaya Baru, Jakarta.
Muhammad Surya, 1975, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, CV.
Ilmu, Bandung.
Sarlinto Wirawan Sarwono, 1994, Pengaruh Alkohol dan Narkotika Terhadap Kaum
Remaja, Sinar Grafika, Jakarta.
_________ 2008, Psikologi Remaja, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Safiuddin Sastrawajaya, 1987, Beberapa Masalah Tentang Kenakalan Remaja,
PT. Karya Nusantara, Bandung.
Soejono Dirdjosisworo, 1983, Penanggulangan Kejahatan, Alumni,
Bandung.
________ 1985, Narkotika dan Remaja, Alumni, Bandung.
Tambunan, Emil, H. 1982, Faktor
Pendorong Penyalahgunaan Narkotika, CV. Mandar Maju, Jakarta.
Tejawiani, A.W., 1985, Masalah
Narkotika dan Pemecahannya, Alumni Bandung.
Widya, 1989, Bahaya
Narkotika di Tengah-tengah Remaja, Alumni. Bandung.
Yatim, Danny I,
dan Irawanto, 1989, Kepribadian Keluarga
dan Narkotika Tinjauan Sosial Psikologi, Arcan, Jakarta.