Wednesday, 10 August 2016

KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA

KOMITE KERJA ADVOKAT INDONESIA KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA IKATAN  ADVOKAT  INDONESIA  (IKADIN)  ASOSIASI  ADVOKAT  INDONESIA  (AAI)  IKATAN PENASEHAT  HUKUM INDONESIA (IPHI)  HIMPUNAN  ADVOKAT  &  PENGACARA INDONESIA  (HAPI)  SERIKAT  PENGACARA  INDONESIA  (SPI)  ASOSIASI  KONSULTAN HUKUM INDONESIA (AKHI) HIMPUNAN KONSULTAN HUKUM PASAR MODAL (HKHPM) DISAHKAN  PADA  TANGGAL: 23 MEI 2002 DI  SALIN  DAN  DIPERBANYAK  OLEH: PANITIA DAERAH UJIAN KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA DKI JAKARTA 2002

KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA PEMBUKAAN
Bahwa  semestinya  organisasi  profesi  memiliki  Kode  Etik  yang  membebankan  kewajiban  dan sekaligus  memberikan  perlindungan  hukum  kepada  setiap  anggotanya  dalam  menjalankan profesinya. Advokat  sebagai  profesi  terhormat  (officium  nobile)  yang  dalam  menjalankan  profesinya  berada dibawah  perlindungan  hukum,  undang-undang  dan  Kode  Etik,  memiliki  kebebasan  yang didasarkan  kepada  kehormatan  dan  kepribadian  Advokat  yang  berpegang  teguh  kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan. Bahwa  profesi  Advokat  adalah  selaku  penegak  hukum  yang  sejajar  dengan  instansi  penegak hukum  lainnya,  oleh  karena  itu  satu  sama  lainnya  harus  saling  menghargai  antara  teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya. Oleh  karena  itu  juga,  setiap  Advokat  harus  menjaga  citra  dan  martabat  kehormatan  profesi, serta  setia  dan  menjunjung  tinggi  Kode  Etik  dan  Sumpah  Profesi,  yang  pelaksanaannya  diawasi oleh  Dewan  Kehormatan  sebagai  suatu  lembaga  yang  eksistensinya  telah  dan  harus  diakui setiap  Advokat  tanpa  melihat  dari  organisasi  profesi  yang  mana  ia  berasal  dan  menjadi anggota,  yang  pada  saat  mengucapkan  Sumpah  Profesi-nya  tersirat  pengakuan  dan kepatuhannya terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku. Dengan  demikian  Kode  Etik  Advokat  Indonesia  adalah  sebagai  hukum  tertinggi  dalam menjalankan  profesi,  yang  menjamin  dan  melindungi  namun  membebankan  kewajiban  kepada setiap  Advokat  untuk  jujur  dan  bertanggung  jawab  dalam  menjalankan  profesinya  baik  kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.

BAB  I
KETENTUAN UMUM

Pasal  1
Yang  dimaksud  dengan:
a. Advokat  adalah  orang  yang  berpraktek  memberi  jasa  hukum,  baik  didalam  maupun  diluar pengadilan  yang  memenuhi  persyaratan  berdasarkan  undang-undang  yang  berlaku,  baik sebagai  Advokat,  Pengacara,  Penasehat  Hukum,  Pengacara  praktek  ataupun  sebagai konsultan  hukum.
b. Klien  adalah  orang,  badan  hukum  atau  lembaga  lain  yang  menerima  jasa  dan  atau bantuan  hukum  dari  Advokat.
c. Teman  sejawat  adalah  orang  atau  mereka  yang  menjalankan  praktek  hukum  sebagai Advokat  sesuai  dengan  ketentuan  perundang-undangan  yang  berlaku.
d. Teman  sejawat  asing  adalah  Advokat  yang  bukan  berkewarganegaraan  Indonesia  yang menjalankan  praktek  hukum  di  Indonesia  sesuai  dengan  ketentuan  perundang-undangan yang  berlaku.
e. Dewan  kehormatan  adalah  lembaga  atau  badan  yang  dibentuk  oleh  organisasi  profesi advokat  yang  berfungsi  dan  berkewenangan  mengawasi  pelaksanaan  kode  etik  Advokat sebagaimana  semestinya  oleh  Advokat  dan  berhak  menerima  dan  memeriksa pengaduan  terhadap  seorang  Advokat  yang  dianggap  melanggar  Kode  Etik  Advokat.
f. Honorarium  adalah  pembayaran  kepada  Advokat  sebagai  imbalan  jasa  Advokat berdasarkan kesepakatan dan atau perjanjian dengan kliennya.

BAB II
KEPRIBADIAN ADVOKAT

Pasal  2
Advokat  Indonesia  adalah  warga  negara  Indonesia  yang  bertakwa  kepada  Tuhan  Yang  Maha Esa,  bersikap  satria,  jujur  dalam  mempertahankan  keadilan  dan  kebenaran  dilandasi  moral yang  tinggi,  luhur  dan  mulia,  dan  yang  dalam  melaksanakan  tugasnya  menjunjung  tinggi hukum,  Undang-undang  Dasar  Republik  Indonesia,  Kode  Etik  Advokat  serta  sumpah jabatannya.

Pasal  3
a. Advokat  dapat  menolak  untuk  memberi  nasihat  dan  bantuan  hukum  kepada  setiap  orang yang  memerlukan  jasa  dan  atau  bantuan  hukum  dengan  pertimbangan  oleh  karena  tidak sesuai  dengan  keahliannya  dan  bertentangan  dengan  hati  nuraninya,  tetapi  tidak  dapat menolak  dengan  alasan  karena  perbedaan  agama,  kepercayaan,  suku,  keturunan,  jenis kelamin,  keyakinan  politik  dan  kedudukan  sosialnya.
b. Advokat  dalam  melakukan  tugasnya  tidak  bertujuan  semata-mata  untuk  memperoleh imbalan  materi  tetapi  lebih  mengutamakan  tegaknya  Hukum,  Kebenaran  dan  Keadilan.
c. Advokat  dalam  menjalankan  profesinya  adalah  bebas  dan  mandiri  serta  tidak  dipengaruhi oleh  siapapun  dan  wajib  memperjuangkan  hak-hak  azasi  manusia  dalam  Negara  Hukum Indonesia.
d. Advokat  wajib  memelihara  rasa  solidaritas  diantara  teman  sejawat.
e. Advokat  wajib  memberikan  bantuan  dan  pembelaan  hukum  kepada  teman  sejawat  yang diduga  atau  didakwa  dalam  suatu  perkara  pidana  atas  permintaannya  atau  karena penunjukan  organisasi  profesi. f. Advokat  tidak  dibenarkan  untuk  melakukan  pekerjaan  lain  yang  dapat  merugikan kebebasan,  derajat  dan  martabat  Advokat.
g. Advokat  harus  senantiasa  menjunjung  tinggi  profesi  Advokat  sebagai  profesi  terhormat (officium  nobile).
h. Advokat  dalam  menjalankan  profesinya  harus  bersikap  sopan  terhadap  semua  pihak namun  wajib  mempertahankan  hak  dan  martabat  advokat.
i. Seorang  Advokat  yang  kemudian  diangkat  untuk  menduduki  suatu  jabatan  Negara (Eksekutif,  Legislatif  dan  judikatif)  tidak  dibenarkan  untuk  berpraktek  sebagai  Advokat dan  tidak  diperkenankan  namanya  dicantumkan  atau  dipergunakan  oleh  siapapun  atau oleh  kantor  manapun  dalam  suatu  perkara  yang  sedang  diproses/berjalan  selama  ia menduduki jabatan tersebut.

BAB  III
HUBUNGAN DENGAN KLIEN

Pasal  4
a. Advokat  dalam  perkara-perkara  perdata  harus  mengutamakan  penyelesaian  dengan jalan  damai.
b. Advokat  tidak  dibenarkan  memberikan  keterangan  yang  dapat  menyesatkan  klien mengenai  perkara  yang  sedang  diurusnya.
c. Advokat  tidak  dibenarkan  menjamin  kepada  kliennya  bahwa  perkara  yang  ditanganinya akan  menang.
d. Dalam  menentukan  besarnya  honorarium  Advokat  wajib  mempertimbangkan kemampuan  klien.
e. Advokat  tidak  dibenarkan  membebani  klien  dengan  biaya-biaya  yang  tidak  perlu. f. Advokat  dalam  mengurus  perkara  cuma-cuma  harus  memberikan  perhatian  yang  sama seperti  terhadap  perkara  untuk  mana  ia  menerima  uang  jasa.
g. Advokat  harus  menolak  mengurus  perkara  yang  menurut  keyakinannya  tidak  ada  dasar hukumnya.
h. Advokat  wajib  memegang  rahasia  jabatan  tentang  hal-hal  yang  diberitahukan  oleh  klien secara  kepercayaan  dan  wajib  tetap  menjaga  rahasia  itu  setelah  berakhirnya  hubungan antara  Advokat  dan  klien  itu.
i. Advokat  tidak  dibenarkan  melepaskan  tugas  yang  dibebankan  kepadanya  pada  saat yang  tidak  menguntungkan  posisi  klien  atau  pada  saat  tugas  itu  akan  dapat  menimbulkan kerugian  yang  tidak  dapat  diperbaiki  lagi  bagi  klien  yang  bersangkutan,  dengan  tidak mengurangi  ketentuan  sebagaimana  dimaksud  dalam  pasal  3  huruf  a.
j. Advokat  yang  mengurus  kepentingan  bersama  dari  dua  pihak  atau  lebih  harus mengundurkan  diri  sepenuhnya  dari  pengurusan  kepentingan-kepentingan  tersebut, apabila  dikemudian  hari  timbul  pertentangan  kepentingan  antara  pihak-pihak  yang bersangkutan.
k. Hak  retensi  Advokat  terhadap  klien  diakui  sepanjang  tidak  akan  menimbulkan  kerugian kepentingan klien.

BAB IV
HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEJAWAT

Pasal  5
a. Hubungan  antara  teman  sejawat  Advokat  harus  dilandasi  sikap  saling  menghormati, saling  menghargai  dan  saling  mempercayai.
b. Advokat  jika  membicarakan  teman  sejawat  atau  jika  berhadapan  satu  sama  lain  dalam sidang  pengadilan,  hendaknya  tidak  menggunakan  kata-kata  yang  tidak  sopan  baik secara  lisan  maupun  tertulis.
c. Keberatan-keberatan  terhadap  tindakan  teman  sejawat  yang  dianggap  bertentangan dengan  Kode  Etik  Advokat  harus  diajukan  kepada  Dewan  Kehormatan  untuk  diperiksa dan  tidak  dibenarkan  untuk  disiarkan  melalui  media  massa  atau  cara  lain.
d. Advokat  tidak  diperkenankan  menarik  atau  merebut  seorang  klien  dari  teman  sejawat.
e. Apabila  klien  hendak  mengganti  Advokat,  maka  Advokat  yang  baru  hanya  dapat menerima  perkara  itu  setelah  menerima  bukti  pencabutan  pemberian  kuasa  kepada Advokat  semula  dan  berkewajiban  mengingatkan  klien  untuk  memenuhi  kewajibannya apabila  masih  ada  terhadap  Advokat  semula.
f. Apabila  suatu  perkara  kemudian  diserahkan  oleh  klien  terhadap  Advokat  yang  baru, maka  Advokat  semula  wajib  memberikan  kepadanya  semua  surat  dan  keterangan  yang penting  untuk  mengurus  perkara  itu,  dengan  memperhatikan  hak  retensi  Advokat terhadap klien tersebut.

BAB  V TENTANG SEJAWAT ASING

Pasal  6
Advokat  asing  yang  berdasarkan  peraturan  perundang-undangan  yang  berlaku  menjalankan profesinya di Indonesia tunduk kepada serta wajib mentaati Kode Etik ini.

BAB VI
CARA BERTINDAK MENANGANI PERKARA

Pasal  7
a. Surat-surat  yang  dikirim  oleh  Advokat  kepada  teman  sejawatnya  dalam  suatu  perkara dapat  ditunjukkan  kepada  hakim  apabila  dianggap  perlu  kecuali  surat-surat  yang bersangkutan  dibuat  dengan  membubuhi  catatan  "Sans  Prejudice  ".
b. Isi  pembicaraan  atau  korespondensi  dalam  rangka  upaya  perdamaian  antar  Advokat akan  tetapi  tidak  berhasil,  tidak  dibenarkan  untuk  digunakan  sebagai  bukti  dimuka pengadilan.
c. Dalam  perkara  perdata  yang  sedang  berjalan,  Advokat  hanya  dapat  menghubungi  hakim apabila  bersama-sama  dengan  Advokat  pihak  lawan,  dan  apabila  ia  menyampaikan surat,  termasuk  surat  yang  bersifat  "ad  informandum"  maka  hendaknya  seketika  itu tembusan  dari  surat  tersebut  wajib  diserahkan  atau  dikirimkan  pula  kepada  Advokat pihak  lawan.
d. Dalam  perkara  pidana  yang  sedang  berjalan,  Advokat  hanya  dapat  menghubungi  hakim apabila  bersama-sama  dengan  jaksa  penuntut  umum.
e. Advokat  tidak  dibenarkan  mengajari  dan  atau  mempengaruhi  saksi-saksi  yang  diajukan oleh  pihak  lawan  dalam  perkara  perdata  atau  oleh  jaksa  penuntut  umum  dalam  perkara pidana.
f. Apabila  Advokat  mengetahui,  bahwa  seseorang  telah  menunjuk  Advokat  mengenai  suatu perkara  tertentu,  maka  hubungan  dengan  orang  itu  mengenai  perkara  tertentu  tersebut hanya  boleh  dilakukan  melalui  Advokat  tersebut.
g. Advokat  bebas  mengeluarkan  pernyataan-pernyataan  atau  pendapat  yang  dikemukakan dalam  sidang  pengadilan  dalam  rangka  pembelaan  dalam  suatu  perkara  yang  menjadi tanggung  jawabnya  baik  dalam  sidang  terbuka  maupun  dalam  sidang  tertutup  yang dikemukakan  secara  proporsional  dan  tidak  berkelebihan  dan  untuk  itu  memiliki  imunitas hukum  baik  perdata  maupun  pidana. h. Advokat  mempunyai  kewajiban  untuk  memberikan  bantuan  hukum  secara  cuma-cuma (pro  deo)  bagi  orang  yang  tidak  mampu.
i. Advokat  wajib  menyampaikan  pemberitahuan  tentang  putusan  pengadilan  mengenai perkara yang ia tangani kepada kliennya pada waktunya.

BAB  VII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN TENTANG KODE ETIK

Pasal  8
a. Profesi  Advokat  adalah  profesi  yang  mulia  dan  terhormat  (officium  nobile),  dan  karenanya dalam  menjalankan  profesi  selaku  penegak  hukum  di  pengadilan  sejajar  dengan  Jaksa dan  Hakim,  yang  dalam  melaksanakan  profesinya  berada  dibawah  perlindungan  hukum, undang-undang  dan  Kode  Etik  ini.
b. Pemasangan  iklan  semata-mata  untuk  menarik  perhatian  orang  adalah  dilarang  termasuk pemasangan  papan  nama  dengan  ukuran  dan!  atau  bentuk  yang  berlebih-lebihan.
c. Kantor  Advokat  atau  cabangnya  tidak  dibenarkan  diadakan  di  suatu  tempat  yang  dapat merugikan  kedudukan  dan  martabat  Advokat.
d. Advokat  tidak  dibenarkan  mengizinkan  orang  yang  bukan  Advokat  mencantumkan namanya  sebagai  Advokat  di  papan  nama  kantor  Advokat  atau  mengizinkan  orang  yang bukan  Advokat  tersebut  untuk  memperkenalkan  dirinya  sebagai  Advokat.
e. Advokat  tidak  dibenarkan  mengizinkan  karyawan-karyawannya  yang  tidak  berkualifikasi untuk  mengurus  perkara  atau  memberi  nasehat  hukum  kepada  klien  dengan  lisan  atau dengan  tulisan.
f. Advokat  tidak  dibenarkan  melalui  media  massa  mencari  publitas  bagi  dirinya  dan  atau untuk  menarik  perhatian  masyarakat  mengenai  tindakan-tindakannya  sebagai  Advokat mengenai  perkara  yang  sedang  atau  telah  ditanganinya,  kecuali  apabila  keterangan-keterangan  yang  ia  berikan  itu  bertujuan  untuk  menegakkan  prinsip-prinsip  hukum  yang wajib  diperjuangkan  oleh  setiap  Advokat.
g. Advokat  dapat  mengundurkan  diri  dari  perkara  yang  akan  dan  atau  diurusnya  apabila timbul  perbedaan  dan  tidak  dicapai  kesepakatan  tentang  cara  penanganan  perkara dengan  kliennya.
h. Advokat  yang  sebelumnya  pernah  menjabat  sebagai  Hakim  atau  Panitera  dari  suatu lembaga  peradilan,  tidak  dibenarkan  untuk  memegang  atau  menangani  perkara  yang diperiksa  pengadilan  tempatnya  terakhir  bekerja  selama  3  (tiga)  tahun  semenjak  ia berhenti dari pengadilan tersebut.

BAB  VIII
PELAKSANAAN KODE ETIK

Pasal  9
a. Setiap  Advokat  wajib  tunduk  dan  mematuhi  Kode  Etik  Advokat  ini.
b. Pengawasan  atas  pelaksanaan  Kode  Etik  Advokat  ini  dilakukan  oleh  Dewan Kehormatan.

BAB IX
DEWAN KEHORMATAN

Bagian  Pertama
KETENTUAN UMUM

Pasal  10
1. Dewan  Kehormatan  berwenang  memeriksa  dan  mengadili  perkara  pelanggaran  Kode Etik  yang  dilakukan  oleh  Advokat.
2. Pemeriksaan  suatu  pengaduan  dapat  dilakukan  melalui  dua  tingkat,  yaitu:
a. Tingkat  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah.
b. Tingkat  Dewan  Kehormatan  Pusat.
3. Dewan  Kehormatan  Cabang/daerah  memeriksa  pengaduan  pada  tingkat  pertama  dan Dewan  Kehormatan  Pusat  pada  tingkat  terakhir.
4. Segala  biaya  yang  dikeluarkan  dibebankan  kepada:
a. Dewan  Pimpinan  Cabang/Daerah  dimana  teradu  sebagai  anggota  pada  tingkat Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah;
b. Dewan  Pimpinan  Pusat  pada  tingkat  Dewan  Kehormatan  Pusat  organisasi  dimana teradu  sebagai  anggota;
c. Pengadu/Teradu.

Bagian  Kedua
PENGADUAN

Pasal  11
1. Pengaduan  dapat  diajukan  oleh  pihak-pihak  yang  berkepentingan  dan  merasa  dirugikan, yaitu:
a. Klien.
b. Teman  sejawat  Advokat.
c. Pejabat  Pemerintah.
d. Anggota  Masyarakat.
e. Dewan  Pimpinan  Pusat/Cabang/Daerah  dari  organisasi  profesi  dimana  Teradu menjadi  anggota.
2. Selain  untuk  kepentingan  organisasi,  Dewan  Pimpinan  Pusat  atau  Dewan  Pimpinan Cabang/Daerah  dapat  juga  bertindak  sebagai  pengadu  dalam  hal  yang  menyangkut kepentingan  hukum  dan  kepentingan  umum  dan  yang  dipersamakan  untuk  itu.
3. Pengaduan  yang  dapat  diajukan  hanyalah  yang  mengenai  pelanggaran  terhadap  Kode Etik Advokat.

Bagian  Ketiga
TATA CARA PENGADUAN

Pasal  12
1. Pengaduan  terhadap  Advokat  sebagai  teradu  yang  dianggap  melanggar  Kode  Etik Advokat  harus  disampaikan  secara  tertulis  disertai  dengan  alasan-alasannya  kepada Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  atau  kepada  dewan  Pimpinan  Cabang/Daerah  atau Dewan  Pimpinan  Pusat  dimana  teradu  menjadi  anggota.
2. Bilamana  di  suatu  tempat  tidak  ada  Cabang/Daerah  Organisasi,  pengaduan  disampaikan kepada  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  terdekat  atau  Dewan  Pimpinan  Pusat.
3. Bilamana  pengaduan  disampaikan  kepada  Dewan  Pimpinan  Cabang/Daerah,  maka Dewan  Pimpinan  Cabang/Daerah  meneruskannya  kepada  Dewan  Kehormatan Cabang/Daerah  yang  berwenang  untuk  memeriksa  pengaduan  itu.
4. Bilamana  pengaduan  disampaikan  kepada  Dewan  Pimpinan  Pusat/Dewan  Kehormatan Pusat,  maka  Dewan  Pimpinan  Pusat/Dewan  Kehormatan  Pusat  meneruskannya  kepada Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  yang  berwenang  untuk  memeriksa  pengaduan  itu baik langsung atau melalui Dewan Dewan Pimpinan Cabang/Daerah.

Bagian  Keempat
PEMERIKSAAN TINGKAT PERTAMA OLEH DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH

Pasal  13
1. Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  setelah  menerima  pengaduan  tertulis  yang  disertai surat-surat  bukti  yang  dianggap  perlu,  menyampaikan  surat  pemberitahuan  selambat lambatnya  dalam  waktu  14  (empat  belas)  hari  dengan  surat  kilat  khusus/tercatat  kepada teradu  tentang  adanya  pengaduan  dengan  menyampaikan  salinan/copy  surat  pengaduan tersebut.
2. Selambat-lambatnya  dalam  waktu  21  (dua  puluh  satu)  hari  pihak  teradu  harus memberikan  jawabannya  secara  tertulis  kepada  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah yang  bersangkutan,  disertai  surat-surat  bukti  yang  dianggap  perlu.
3. Jika  dalam  waktu  21  (dua  puluh  satu)  hari  tersebut  teradu  tidak  memberikan  jawaban tertulis,  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  menyampaikan  pemberitahuan  kedua dengan  peringatan  bahwa  apabila  dalam  waktu  14  (empat  belas)  hari  sejak  tanggal  surat peringatan  tersebut  ia  tetap  tidak  memberikan  jawaban  tertulis,  maka  ia  dianggap  telah melepaskan  hak  jawabnya.
4. Dalam  hal  teradu  tidak  menyampaikan  jawaban  sebagaimana  diatur  di  atas  dan dianggap  telah  melepaskan  hak  jawabnya,  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  dapat segera  menjatuhkan  putusan  tanpa  kehadiran  pihak-pihak  yang  bersangkutan.
5. Dalam  hal  jawaban  yang  diadukan  telah  diterima,  maka  Dewan  Kehormatan  dalam  waktu selambat-lambatnya  14  (empat  belas)  hari  menetapkan  hari  sidang  dan  menyampaikan panggilan  secara  patut  kepada  pengadu  dan  kepada  teradu  untuk  hadir  dipersidangan yang  sudah  ditetapkan  tersebut.
6. Panggilan-panggilan  tersebut  harus  sudah  diterima  oleh  yang  bersangkutan  paling tambat  3  (tiga)  hari  sebelum  hari  sidang  yang  ditentukan.
7. Pengadu  dan  yang  teradu:
a. Harus  hadir  secara  pribadi  dan  tidak  dapat  menguasakan  kepada  orang  lain,  yang jika  dikehendaki  masing-masing  dapat  didampingi  oleh  penasehat.
b. Berhak  untuk  mengajukan  saksi-saksi  dan  bukti-bukti.
8. Pada  sidang  pertama  yang  dihadiri  kedua  belah  pihak:
a. Dewan  Kehormatan  akan  menjelaskan  tata  cara  pemeriksaan  yang  berlaku;
b. Perdamaian  hanya  dimungkinkan  bagi  pengaduan  yang  bersifat  perdata  atau hanya  untuk  kepentingan  pengadu  dan  teradu  dan  tidak  mempunyai  kaitan langsung  dengan  kepentingan  organisasi  atau  umum,  dimana  pengadu  akan mencabut  kembali  pengaduannya  atau  dibuatkan  akta  perdamaian  yang  dijadikan dasar  keputusan  oleh  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  yang  langsung mempunyai  kekuatan  hukum  yang  pasti.
c. Kedua  belah  pihak  diminta  mengemukakan  alasan-alasan  pengaduannya  atau pembelaannya  secara  bergiliran,  sedangkan  surat-surat  bukti  akan  diperiksa  dan saksi-saksi  akan  didengar  oleh  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah.
9. Apabila  pada  sidang  yang  pertama  kalinya  salah  satu  pihak  tidak  hadir:
a. Sidang  ditunda  sampai  dengan  sidang  berikutnya  paling  lambat  14  (empat  belas) hari  dengan  memanggil  pihak  yang  tidak  hadir  secara  patut.
b. Apabila  pengadu  yang  telah  dipanggil  sampai  2  (dua)  kali  tidak  hadir  tanpa  alasan yang  sah,  pengaduan  dinyatakan  gugur  dan  ia  tidak  dapat  mengajukan  pengaduan lagi  atas  dasar  yang  sama  kecuali  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah berpendapat  bahwa  materi  pengaduan  berkaitan  dengan  kepentingan  umum  atau kepentingan  organisasi.
c. Apabila  teradu  telah  dipanggil  sampai  2  (dua)  kali  tidak  datang  tanpa  alasan  yang sah,  pemeriksaan  diteruskan  tanpa  hadirnya  teradu.
d. Dewan  berwenang  untuk  memberikan  keputusan  di  luar  hadirnya  yang  teradu, yang mempunyai kekuatan yang sama seperti keputusan biasa.

Bagian  Kelima
SIDANG DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH

Pasal  14
1. Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  bersidang  dengan  Majelis  yang  terdiri  sekurang kurangnya  atas  3  (tiga)  orang  anggota  yang  salah  satu  merangkap  sebagai  Ketua Majelis,  tetapi  harus  selalu  berjumlah  ganjil.
2. Majelis  dapat  terdiri  dari  Dewan  Kehormatan  atau  ditambah  dengan  Anggota  Majelis Kehormatan  Ad  Hoc  yaitu  orang  yang  menjalankan  profesi  dibidang  hukum  serta mempunyai  pengetahuan  dan  menjiwai  Kode  Etik  Advokat.
3. Majelis  dipilih  dalam  rapat  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  yang  khusus  dilakukan untuk  itu  yang  dipimpin  oleh  Ketua  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  atau  jika  ia berhalangan  oleh  anggota  Dewan  lainnya  yang  tertua,
4. Setiap  dilakukan  persidangan,  Majelis  Dewan  Kehormatan  diwajibkan  membuat  atau menyuruh  membuat  berita  acara  persidangan  yang  disahkan  dan  ditandatangani  oleh Ketua  Majelis  yang  menyidangkan  perkara  itu.
5. Sidang-sidang  dilakukan  secara  tertutup,  sedangkan  keputusan  diucapkan  dalam  sidang terbuka.

Bagian  Keenam
CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal  15
(1) Setelah  memeriksa  dan  mempertimbangkan  pengaduan,  pembelaan,  surat-surat  bukti dan  keterangan  saksi-saksi  maka  Majelis  Dewan  Kehormatan  mengambil  Keputusan yang  dapat  berupa:
a. Menyatakan  pengaduan  dari  pengadu  tidak  dapat  diterima;
b. Menerima  pengaduan  dari  pengadu  dan  mengadili  serta  menjatuhkan  sanksi sanksi  kepada  teradu;
c. Menolak  pengaduan  dari  pengadu.
(2) Keputusan  harus  memuat  pertimbangan-pertimbangan  yang  menjadi  dasarnya  dan menunjuk  pada  pasal-pasal  Kode  Etik  yang  dilanggar.
(3) Majelis  Dewan  Kehormatan  mengambil  keputusan  dengan  suara  terbanyak  dan mengucapkannya  dalam  sidang  terbuka  dengan  atau  tanpa  dihadiri  oleh  pihak-pihak yang  bersangkutan,  setelah  sebelumnya  memberitahukan  hari,  tanggal  dan  waktu persidangan  tersebut  kepada  pihak-pihak  yang  bersangkutan.
(4) Anggota  Majelis  yang  kalah  dalam  pengambilan  suara  berhak  membuat  catatan keberatan  yang  dilampirkan  didalam  berkas  perkara.
(5) Keputusan  ditandatangani  oleh  Ketua  dan  semua  Anggota  Majelis,  yang  apabila berhalangan  untuk  menandatangani  keputusan,  hal  mana  disebut  dalam  keputusan  yang bersangkutan.

Bagian  Ketujuh
SANKSI-SANKSI

Pasal  16
1. Hukuman  yang  diberikan  dalam  keputusan  dapat  berupa:
a. Peringatan  biasa.
b. Peringatan  keras.
c. Pemberhentian  sementara  untuk  waktu  tertentu.
d. Pemecatan  dari  keanggotaan  organisasi  profesi.
2. Dengan  pertimbangan  atas  berat  atau  ringannya  sifat  pelanggaran  Kode  Etik  Advokat dapat  dikenakan  sanksi:
a. Peringatan  biasa  bilamana  sifat  pelanggarannya  tidak  berat.
b. Peringatan  keras  bilamana  sifat  pelanggarannya  berat  atau  karena  mengulangi kembali  melanggar  kode  etik  dan  atau  tidak  mengindahkan  sanksi  peringatan  yang pernah  diberikan.
c. Pemberhentian  sementara  untuk  waktu  tertentu  bilamana  sifat  pelanggarannya berat,  tidak  mengindahkan  dan  tidak  menghormati  ketentuan  kode  etik  atau bilamana  setelah  mendapat  sanksi  berupa  peringatan  keras  masih  mengulangi melakukan  pelanggaran  kode  etik.
d. Pemecatan  dari  keanggotaan  organisasi  profesi  bilamana  dilakukan  pelanggaran kode  etik  dengan  maksud  dan  tujuan  merusak  citra  serta  martabat  kehormatan profesi  Advokat  yang  wajib  dijunjung  tinggi  sebagai  profesi  yang  mulia  dan terhormat.
3. Pemberian  sanksi  pemberhentian  sementara  untuk  waktu  tertentu  harus  diikuti  larangan untuk  menjalankan  profesi  advokat  diluar  maupun  dimuka  pengadilan.
4. Terhadap  mereka  yang  dijatuhi  sanksi  pemberhentian  sementara  untuk  waktu  tertentu dan  atau  pemecatan  dari  keanggotaan  organisasi  profesi  disampaikan  kepada Mahkamah Agung untuk diketahui dan dicatat dalam daftar Advokat.

Bagian  Kedelapan PENYAMPAIAN SALINAN KEPUTUSAN

Pasal  17
1. Dalam  waktu  selambat-lambatnya  14  (empat  belas)  hari  setelah  keputusan  diucapkan,  salinan keputusan  Dewan  kehormatan  Cabang/Daerah  harus  disampaikan  kepada:
a. Anggota  yang  diadukan/teradu;
b. Pengadu;
c. Dewan  Pimpinan  Cabang/Daerah  dari  semua  organisasi  profesi;
d. Dewan  Pimpinan  Pusat  dari  masing-masing  organisasi  profesi;
e. Dewan  Kehormatan  Pusat;
f. Instansi-instansi  yang  dianggap  perlu  apabila  keputusan  telah  mempunyai  kekuatan hukum yang pasti.

Bagian  Kesembilan PEMERIKSAAN TINGKAT BANDING DEWAN KEHORMATAN PUSAT

Pasal  18
1. Apabila  pengadu  atau  teradu  tidak  puas  dengan  keputusan  Dewan  Kehormatan Cabang/Daerah,  ia  berhak  mengajukan  permohonan  banding  atas  keputusan  tersebut kepada  Dewan  Kehormatan  Pusat.
2. Pengajuan  permohonan  banding  beserta  Memori  Banding  yang  sifatnya  wajib,  harus disampaikan  melalui  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  dalam  waktu  21  (dua  puluh satu)  hari  sejak  tanggal  yang  bersangkutan  menerima  salinan  keputusan. 3. Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  setelah  menerima  Memori  Banding  yang bersangkutan  selaku  pembanding  selambat-lambatnya  dalam  waktu  14  (empat  belas) hari  sejak  penerimaannya,  mengirimkan  salinannya  melalui  surat  kilat  khusus/tercatat kepada  pihak  lainnya  selaku  terbanding.
4. Pihak  terbanding  dapat  mengajukan  Kontra  Memori  Banding  selambat-lambatnya  dalam waktu  21  (dua  puluh  satu)  hari  sejak  penerimaan  Memori  Banding.
5. Jika  jangka  waktu  yang  ditentukan  terbanding  tidak  menyampaikan  Kontra  Memori Banding  ia  dianggap  telah  melepaskan  haknya  untuk  itu. 6. Selambat-lambatnya  dalam  waktu  14  (empat  belas)  hari  sejak  berkas  perkara  dilengkapi dengan  bahan-bahan  yang  diperlukan,  berkas  perkara  tersebut  diteruskan  oleh  Dewan Kehormatan  Cabang/Daerah  kepada  dewan  Kehormatan  Pusat.
7. Pengajuan  permohonan  banding  menyebabkan  ditundanya  pelaksanaan  keputusan Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah.
8. Dewan  kehormatan  Pusat  memutus  dengan  susunan  Majelis  yang  terdiri  sekurangkurangnya  3  (tiga)  orang  anggota  atau  lebih  tetapi  harus  berjumlah  ganjil  yang  salah  satu merangkap  Ketua  Majelis.
9. Majelis  dapat  terdiri  dari  Dewan  Kehormatan  atau  ditambah  dengan  Anggota  Majelis Kehormatan  Ad  Hoc  yaitu  orang  yang  menjalankan  profesi  dibidang  hukum  serta mempunyai  pengetahuan  dan  menjiwai  Kode  Etik  Advokat.
10. Majelis  dipilih  dalam  rapat  Dewan  Kehormatan  Pusat  yang  khusus  diadakan  untuk  itu yang  dipimpin  oleh  Ketua  Dewan  Kehormatan  Pusat  atau  jika  ia  berhalangan  oleh anggota  Dewan  lainnya  yang  tertua. 11. Dewan  Kehormatan  Pusat  memutus  berdasar  bahan-bahan  yang  ada  dalam  berkas perkara,  tetapi  jika  dianggap  perlu  dapat  meminta  bahan  tambahan  dari  pihak-pihak  yang bersangkutan  atau  memanggil  mereka  langsung  atas  biaya  sendiri.
12. Dewan  Kehormatan  Pusat  secara  prorogasi  dapat  menerima  permohonan  pemeriksaan langsung  dari  suatu  perkara  yang  diteruskan  oleh  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah asal  saja  permohonan  seperti  itu  dilampiri  surat  persetujuan  dari  kedua  belah  pihak  agar perkaranya  diperiksa  langsung  oleh  Dewan  Kehormatan  Pusat.
13. Semua  ketentuan  yang  berlaku  untuk  pemeriksaan  pada  tingkat  pertama  oleh  Dewan Kehormatan  Cabang/Daerah,  mutatis  mutandis  berlaku  untuk  pemeriksaan  pada  tingkat banding oleh Dewan Kehormatan Pusat.

Bagian  Kesepuluh
KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN

Pasal  19
1. Dewan  Kehormatan  Pusat  dapat  menguatkan,  merubah  atau  membatalkan  keputusan Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  dengan  memutus  sendiri.
2. Keputusan  Dewan  kehormatan  Pusat  mempunyai  kekuatan  tetap  sejak  diucapkan  dalam sidang  terbuka  dengan  atau  tanpa  dihadiri  para  pihak  dimana  hari,  tanggal  dan  waktunya telah  diberitahukan  sebelumnya  kepada  pihak-pihak  yang  bersangkutan.
3. Keputusan  Dewan  Kehormatan  Pusat  adalah  final  dan  mengikat  yang  tidak  dapat diganggu  gugat  dalam  forum  manapun,  termasuk  dalam  MUNAS.
4. Dalam  waktu  selambat-lambatnya  14  (empat  belas)  hari  setelah  keputusan  diucapkan, salinan  keputusan  Dewan  Kehormatan  Pusat  harus  disampaikan  kepada:
a. Anggota  yang  diadukan/teradu  baik  sebagai  pembanding  ataupun  terbanding;
b. Pengadu  baik  selaku  pembanding  ataupun  terbanding;
c. Dewan  Pimpinan  Cabang/Daerah  yang  bersangkutan;
d. Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  yang  bersangkutan;
e. Dewan  Pimpinan  Pusat  dari  masing-masing  organisasi  profesi;
f. Instansi-instansi  yang  dianggap  perlu.
5. Apabila  seseorang  telah  dipecat,  maka  Dewan  Kehormatan  Pusat  atau  Dewan Kehormatan  Cabang/Daerah  meminta  kepada  Dewan  Pimpinan  Pusat/Organisasi  profesi untuk memecat orang yang bersangkutan dari keanggotaan organisasi profesi.

Bagian  Kesebelas
KETENTUAN LAIN TENTANG DEWAN KEHORMATAN

Pasal  20
Dewan  Kehormatan  berwenang  menyempurnakan  hal-hal  yang  telah  diatur  tentang  Dewan Kehormatan  dalam  Kode  Etik  ini  dan  atau  menentukan  hal-hal  yang  belum  diatur  didalamnya dengan  kewajiban  melaporkannya  kepada  Dewan  Pimpinan  Pusat/Organisasi  profesi  agar diumumkan dan diketahui oleh setiap anggota dari masing-masing organisasi.

BAB  X
KODE ETIK & DEWAN KEHORMATAN

Pasal  21
Kode  Etik  ini  adalah  peraturan  tentang  Kode  Etik  dan  Ketentuan  Tentang  Dewan  Kehormatan bagi  mereka  yang  menjalankan  profesi  Advokat,  sebagai  satu-satunya  Peraturan  Kode  Etik yang diberlakukan dan berlaku di Indonesia.

BAB XI
ATURAN PERALIHAN

Pasal  22
1. Kode  Etik  ini  dibuat  dan  diprakarsai  oleh  Komite  Kerja  Advokat  Indonesia,  yang  disahkan dan  ditetapkan  oleh  Ikatan  Advokat  Indonesia  (IKADIN),  Asosiasi  Advokat  Indonesia (AAI),  Ikatan  Penasehat  Hukum  Indonesia  (IPHI),  Himpunan  Advokat  &  Pengacara Indonesia  (HAPI),  Serikat  Pengacara  Indonesia  (SPI),  Asosiasi  Konsultan  Hukum Indonesia  (AKHI)  dan  Himpunan  Konsultan  Hukum  Pasar  Modal  (HKHPM)  yang dinyatakan  berlaku  bagi  setiap  orang  yang  menjalankan  profesi  Advokat  di  Indonesia tanpa  terkecuali. 2. Setiap  Advokat  wajib  menjadi  anggota  dari  salah  satu  organisasi  profesi  tersebut  dalam ayat  1  pasal  ini.
3. Komite  Kerja  Advokat  Indonesia  mewakili  organisasi-organisasi  profesi  tersebut  dalam ayat  1  pasal  ini  sesuai  dengan  Pernyataan  Bersama  tertanggal  11  Februari  2002  dalam hubungan  kepentingan  profesi  Advokat  dengan  lembaga-lembaga  Negara  dan pemerintah.
4. Organisasi-organisasi  profesi  tersebut  dalam  ayat  1  pasal  ini  akan  membentuk  Dewan kehormatan  sebagai  Dewan  Kehormatan  Bersama,  yang  struktur  akan  disesuaikan dengan Kode Etik Advokat ini.

Pasal  23
Perkara-perkara  pelanggaran  kode  etik  yang  belum  diperiksa  dan  belum  diputus  atau  belum berkekuatan  hukum  yang  tetap  atau  dalam  pemeriksaan  tingkat  banding  akan  diperiksa  dan diputus berdasarkan Kode Etik Advokat ini.

BAB  XXII
PENUTUP

Pasal  24
Kode Etik Advokat ini berlaku sejak tanggal berlakunya Undang-undang tentang Advokat

Ditetapkan  di : Jakarta
Pada  tanggal : 23  Mei  2002
Oleh :  

1. IKATAN ADVOKAT INDONESIA (IKADIN) Ttd. H.  Sudjono,  S.H. Ketua  Umum

2. ASOSIASI ADVOKAT INDONESIA (AAI) Ttd. Denny  Kailimang,  S.H. Ketua  Umum Ttd. Otto  Hasibuan,  S.H.  MM.
Sekretaris Jenderal Ttd. Teddy  Soemantry,  S.H. Sekretaris Jenderal

3. IKATAN PENASIHAT HUKUM INDONESIA (IPHI) Ttd. H.  Indra  Sahnun  Lubis,  S.H. Ketua  Umum Ttd. E.  Suherman  Kartadinata,  S.H. Sekretaris Jenderal

4. ASOSIASI KONSULTAN HUKUM INDONESIA (AKHI) Ttd. Fred  B.  G.  Tumbuan,  S.H.,  L.Ph. Sekretaris/Caretaker  Ketua Ttd. Hoesein  Wiriadinata,  S.H.,  LL.M. Bendahara/Caretaker Ketua

5. HIMPUNAN KONSULTAN HUKUM PASAR MODAL Ttd. Ttd.
Soemarjono  S.,  S.H. Ketua  Umum Hafzan  Taher,  S.H. Sekretaris Jenderal

6. SERIKAT PENGACARA INDONESIA (SPI)
Ttd. Trimedya  Panjaitan,  S.H. Ketua  Umum
Ttd.
Sugeng  T.  Santoso,  S.H. Sekretaris Jenderal

7. HIMPUNAN ADVOKAT & PENGACARA INDONESIA (HAPI) Ttd. H.  A.  Z.  Arifien  Syafe'i,  S.H. Ketua  Umum Ttd. Suhardi  Somomoeljono,  S.H. Sekretaris Jenderal

PERUBAHAN I
KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA Ketujuh  organisasi  profesi  advokat  yang  tergabung  dalam  Komite  Kerjasama  Advokat  Indonesia (KKAI,  yaitu 
Ikatan  Advokat  Indonesia  (IKADIN), 
Asosiasi  Advokat  Indonesia  (AAI), 
Ikatan Penasihat  Hukum  Indonesia  (IPHI),   
Asosiasi  Konsultan  Hukum  Indonesia  (AKHI), 
Himpunan Konsultan  Hukum  Pasar  Modal  (HKHPM),  Serikat  Pengacara  Indonesia  (SPI),  dan 
Himpunan Advokat  &  Pengacara  Indonesia  (HAPI),  dengan  ini  merubah  seluruh  ketentuan  Bab  XXII,  pasal 24  kode  etik  Advokat  Indonesia  yang  ditetapkan  pada  tanggal  23  Mei  2002  sehingga seluruhnya menjadi :
BAB  XXII PENUTUP Kode etik Advokat ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, yaitu sejak tanggal 23 Mei 2002. Ditanda-tangani  di:  Jakarta Pada  tanggal:  1  Oktober  2002 Oleh:

KOMITE KERJA ADVOKAT INDONESIA:
1. IKATAN ADVOKAT INDONESIA (IKADIN) Ttd. H.  Sudjono,  S.H. Ttd. Otto  Hasibuan,  S.H.  MM. Ketua  Umum Sekretaris Jenderal
2. ASOSIASI ADVOKAT INDONESIA (AAI) Ttd. Denny  Kailimang,  S.H. Ttd. Teddy  Soemantry,  S.H. Ketua  Umum Sekretaris Jenderal
3. IKATAN PENASIHAT HUKUM INDONESIA (IPHI)

Ttd. H.  Indra  Sahnun  Lubis,  S.H. Ketua  Umum Ttd. E.  Suherman  Kartadinata,  S.H. Sekretaris Jenderal
4. ASOSIASI KONSULTAN HUKUM INDONESIA (AKHI) Ttd. Fred  B.  G.  Tumbuan,  S.H.,  L.Ph. Sekretaris/Caretaker  Ketua Ttd. Hoesein  Wiriadinata,  S.H.,  LL.M. Bendahara/Caretaker Ketua
5. HIMPUNAN KONSULTAN HUKUM PASAR MODAL Ttd. Soemarjono  S.,  S.H. Ketua  Umum Ttd. Hafzan  Taher,  S.H. Sekretaris Jenderal
6. SERIKAT PENGACARA INDONESIA (SPI) Ttd. Trimedya  Panjaitan,  S.H. Ketua  Umum Ttd. Sugeng  T.  Santoso,  S.H. Sekretaris Jenderal
7. HIMPUNAN ADVOKAT & PENGACARA INDONESIA (HAPI) Ttd. H.  A.  Z.  Arifien  Syafe'i,  S.H. Ketua  Umum Ttd. Suhardi  Somomoeljono,  S.H. Sekretaris Jenderal

No comments:

Post a Comment