Isbat Nikah
Isbat Nikah adalah permohonan pengesahan nikah yang diajukan ke pengadilan untuk dinyatakan sah-nya pernikahan dan memiliki kekuatan hukum.Sesuai dengan ketentuan di atas, Itsbat Nikah hanya dapat diajukan melalui Pengadilan Agama, di wilayah tempat tinggal Setempat, bukan melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Berdasarkan pengalaman praktik dan prosedur yang terdapat di Pengadilan Agama (di Pengadilan Agama daerah tempat tinggal masing-masing bisa saja berbeda), dapat kami sampaikan , bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk melakukan Itsbat Nikah adalah sebagai berikut:
Isbat Nikah adalah permohonan pengesahan nikah yang diajukan ke pengadilan untuk dinyatakan sah-nya pernikahan dan memiliki kekuatan hukum.Sesuai dengan ketentuan di atas, Itsbat Nikah hanya dapat diajukan melalui Pengadilan Agama, di wilayah tempat tinggal Setempat, bukan melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Berdasarkan pengalaman praktik dan prosedur yang terdapat di Pengadilan Agama (di Pengadilan Agama daerah tempat tinggal masing-masing bisa saja berbeda), dapat kami sampaikan , bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk melakukan Itsbat Nikah adalah sebagai berikut:
1.Menyerahkan Surat Permohonan Itsbat Nikah kepada Pengadilan Agama setempat;
2.Surat keterangan dari Kantor Urusan Agama (KUA) setempat yang menyatakan bahwa pernikahan tersebut belum dicatatkan;
3.Surat keterangan dari Kepala Desa / Lurah yang menerangkan bahwa Pemohon telah menikah; 4.Foto Copy KTP pemohon Itsbat Nikah;
5.Membayar biaya perkara;
6.Lain-lain yang akan ditentukan Hakim dalam persidangan.
Namun, permohonan Itsbat Nikah tidak selalu dikabulkan oleh Hakim, jika permohonan tersebut dikabulkan, maka Pengadilan akan mengeluarkan putusan atau penetapan Itsbat Nikah. Seperti kami sampaikan di atas, dengan adanya putusan penetapan Itsbat Nikah, maka secara hukum perkawinan tersebut telah tercatat yang berarti adanya jaminan ataupun perlindungan hukum bagi hak-hak suami/istri maupun anak-anak dalam perkawinan tersebut. Dengan sahnya pernikahan Anda di depan agama dan hukum, sebagaimana diatur dalam UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, maka anda dapat mengurus Akta kelahiran anak Anda yang sah sesuai dengan prosedur yang berlaku di Kantor Pencatatan Sipil setempat dengan melampirkan Surat Putusan Itsbat Nikah yang menunjukkan adanya pernikahan yang sah antara anda dan suami. Sehingga anak anda nantinya dapat teercatat sebagai anak dari pasangan yang telah menikah secara sah dimata hukum.
*Tata cara proses pemeriksaan permohonan isbat nikah:*
1. Jika permohonan isbat nikah diajukan oleh suami istri, maka permohonan bersifat voluntair, produknya berupa penetapan, apabila isi penetapan tersebut menolak permohonan isbat nikah, maka suami dan istri bersama-sama atau suami, istri masing-masing dapat mengajukan upaya hukum kasasi;
2. Jika permohonan isbat nikah diajukan oleh salah seorang suami atau istri, maka permohonan bersifat kontensius dengan mendudukkan suami atau istri yang tidak mengajukan permohonan sebagai pihak Termohon, produknya berupa putusan dan terhadap putusan tersebut dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi;
3. Jika isbat nikah dalam angka 1 dan 2 tersebut di atas, diketahui suami masih terikat dalam perkawinan yang sah dengan perempuan lain, maka istri terdahulu tersebut harus dijadikan pihak dalam perkara, apabila istri terdahulu tidak dimasukkan, maka permohonan harus dinyatakan tidak dapat diterima;
4. Jika permohonan isbat nikah diajukan oleh anak, wali nikah, dan pihak yang berkepentingan harus bersifat kontensius dengan mendudukkan suami dan istri dan/atau ahli waris lain sebagai Termohon;
5. Jika suami atau istri yang telah meninggal dunia, maka suami atau istri dapat mengajukan isbat nikah dengan mendudukkan ahli waris lainnya sebagai pihak Termohon, produknya berupa putusan;
6. Jika suami atau istri tidak mengetahui ada ahli waris lain selain dirinya, maka permohonan isbat nikah diajukan secara voluntair, produknya berupa penetapan;
7. Jika ada orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan isbat nikah tersebut pada angka 1 dan 5, dapat melakukan perlawanan kepada Pengadilan Agama Stabat setelah mengetahui ada penetapan isbat nikah;
8. Jika ada orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan isbat nikah tersebut dalam angka 2, 3, dan 4 dapat mengajukan intervensi kepada Pengadilan Agama Stabat selama perkara belum diputus;
9. Jika pihak lain yang mempunyai kepentingan hukum dan tidak menjadi pihak dalam perkara isbat nikah tersebut dalam angka 2, 3, dan 4, sedang permohonan tersebut telah diputus oleh Pengadilan Agama Stabat dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang telah disahkan oleh Pengadilan Agama Stabat;
1. Jika permohonan isbat nikah diajukan oleh suami istri, maka permohonan bersifat voluntair, produknya berupa penetapan, apabila isi penetapan tersebut menolak permohonan isbat nikah, maka suami dan istri bersama-sama atau suami, istri masing-masing dapat mengajukan upaya hukum kasasi;
2. Jika permohonan isbat nikah diajukan oleh salah seorang suami atau istri, maka permohonan bersifat kontensius dengan mendudukkan suami atau istri yang tidak mengajukan permohonan sebagai pihak Termohon, produknya berupa putusan dan terhadap putusan tersebut dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi;
3. Jika isbat nikah dalam angka 1 dan 2 tersebut di atas, diketahui suami masih terikat dalam perkawinan yang sah dengan perempuan lain, maka istri terdahulu tersebut harus dijadikan pihak dalam perkara, apabila istri terdahulu tidak dimasukkan, maka permohonan harus dinyatakan tidak dapat diterima;
4. Jika permohonan isbat nikah diajukan oleh anak, wali nikah, dan pihak yang berkepentingan harus bersifat kontensius dengan mendudukkan suami dan istri dan/atau ahli waris lain sebagai Termohon;
5. Jika suami atau istri yang telah meninggal dunia, maka suami atau istri dapat mengajukan isbat nikah dengan mendudukkan ahli waris lainnya sebagai pihak Termohon, produknya berupa putusan;
6. Jika suami atau istri tidak mengetahui ada ahli waris lain selain dirinya, maka permohonan isbat nikah diajukan secara voluntair, produknya berupa penetapan;
7. Jika ada orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan isbat nikah tersebut pada angka 1 dan 5, dapat melakukan perlawanan kepada Pengadilan Agama Stabat setelah mengetahui ada penetapan isbat nikah;
8. Jika ada orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan isbat nikah tersebut dalam angka 2, 3, dan 4 dapat mengajukan intervensi kepada Pengadilan Agama Stabat selama perkara belum diputus;
9. Jika pihak lain yang mempunyai kepentingan hukum dan tidak menjadi pihak dalam perkara isbat nikah tersebut dalam angka 2, 3, dan 4, sedang permohonan tersebut telah diputus oleh Pengadilan Agama Stabat dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang telah disahkan oleh Pengadilan Agama Stabat;
*Proses Penyelesaian Perkara Pengesahan Perkawinan (Isbat Nikah):*
1. Mengajukan permohonan secara tertulis yang
ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya yang sah ditujukan kepada
Ketua Pengadilan Agama (Pasal 142 ayat (1) R. Bg.);
2. Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat
mengajukan permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Agama , selanjutnya Ketua Pengadilan Agama atau Hakim yang
ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama mencatat permohonan tersebut
(Pasal 144 R. Bg.);
3. Permohonan tersebut diajukan ke Pengadilan Agama ,
kemudian diberi nomor dan didaftarkan dalam buku register setelah
Pemohon atau kuasanya membayar panjar biaya perkara ke BRI Cabang
dengan melampiri slip penyetoran bank yang besarnya telah ditentukan
oleh Ketua Pengadilan Agama (Pasal 145 ayat (4) R. Bg.)
4. Permohonan tersebut memuat:
a. Nama, umur, pekerjaan, agama, pendidikan, kewarganegaraan dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
c. Alasan atau kepentingan yang jelas;
d. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita);
5. Pemohon dan Termohon atau kuasanya menghadiri
persidangan berdasarkan panggilan yang dilaksanakan oleh
Jurusita/Jurusita Pengganti Pengadilan Agama (Pasal 26 ayat (4)
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975);
*Proses Penyelesaian Perkara Pengesahan Perkawinan (Isbat Nikah):*
1. #Permohonan isbat nikah yang bersifat voluntair, sebelum
Majelis Hakim menetapkan hari sidang, terlebih dahulu mengumumkan
adanya permohonan isbat nikah melalui media massa (Radio Kalamaira ) dalam waktu 14 (empat belas) hari;
#
Setelah berakhir masa pengumuman Majelis Hakim menetapkan hari sidang paling lambat 3 (tiga) hari setelah berakhirnya pengumuman;
Setelah berakhir masa pengumuman Majelis Hakim menetapkan hari sidang paling lambat 3 (tiga) hari setelah berakhirnya pengumuman;
Pemohon dan Termohon dipanggil oleh Jurusita/Jurusita Pengganti Pengadilan Agama untuk menghadiri sidang pemeriksaan:
a. Pemohon dan Termohon yang berada di wilayah Pengadilan
Agama , dipanggil langsung di tempat kediaman Pemohon dan
Termohon, jarak pemanggilan dengan hari sidang sekurang-kurangnya tiga
hari (Pasal 26 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975);
b. Pemohon atau Termohon yang berada di luar wilayah
Pengadilan Agama dipanggil melalui Pengadilan Agama yang
mewilayahi tempat kediaman Pemohon atau Termohon, jarak pemanggilan
dengan hari sidang sekurang-kurangnya tiga hari (Pasal 26 ayat (4)
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975);
c. Termohon yang tidak diketahui keberadaannya dipanggil
melalui media massa (Radio Kalamaira ) sebanyak dua kali, jarak
pemanggilan pertama dengan pemanggilan kedua satu bulan dan jarak
pemanggilan kedua dengan hari sidang sekurang-kurangnya tiga bulan
(Pasal 27 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975;
d. Termohon yang berada di luar negeri dipanggil melalui
departemen luar negeri cq. Dirjen protokol dan konsuler departemen luar
negeri dengan tembusan disampaikan kepada kedutaan besar Republik
Indonesia dan jarak pemanggilan dengan hari sidang sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan sejak surat permohonan pemanggilan dikirimkan;
2. Tahapan pemeriksaan:
a. Pada pemeriksaan sidang pertama;
1) Jika Pemohon dan Termohon hadir, maka tahap persidangan
dimulai dengan memeriksa identitas para pihak, para pihak tidak
diwajibkan melaksanakan proses mediasi karena perkara permohonan isbat
nikah (Pasal 3 ayat (2) Perma. Nomor 1 Tahun 2008), selanjutnya Majelis
Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan suami istri harus
datang secara pribadi (Pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009);
2) Jika Termohon tidak hadir, maka Termohon dipanggil sekali lagi (Pasal 150 R.Bg);
b. Selanjutnya tahapan pemeriksaan perkara dilanjutkan
dengan membacakan surat permohonan, jawaban, replik, dan duplik (Pasal
157 ayat (1) R. Bg., pembuktian dan kesimpulan);
c. Tahapan sidang berikutnya adalah musyawarah Majelis Hakim dan terakhir membacakan penetapan;
3. Ketentuan penetapan berkekuatan hukum tetap (BHT)
a. Jika kedua belah pihak hadir, maka penetapan akan berkekuatan hukum tetap setelah 14 (empat belas) hari penetapan dibacakan;
b. Jika salah satu pihak tidak hadir pada saat pembacaan
penetapan, maka penetapan akan berkekuatan hukum tetap setelah 14 (empat
belas) hari penetapan tersebut diberitahukan kepada pihak yang tidak
hadir;
*Setelah penetapan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka Panitera Pengadilan Agama berkewajiban:*
* Menyerahkan atau mengirimkan salinan putusan kepada para
pihak selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah putusan dibacakan
tanpa dipungut biaya
Dasar hukum:
1.Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
2.Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam