KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………. ii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG MASALAH ……………………………… 1
1.2 RUMUSAN
MASALAH …………………………………….... 2
1.3 TUJUAN
PENELITIAN ………………………………………... 2
BAB 2 : TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN ANAK DIBAWAH
UMUR................................... 3
2.1 KETENTUAN HUKUM PERLINDUNGAN ANAK.................... 4
BAB 3 : METODE
PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN................................................................ 6
3.2 JENIS DAN SUMBER DATA..................................................... 6
3.3 PENGUMPULAN DATA............................................................. 6
BAB 4 : HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEKERJA
ANAK DIBAWAH UMUR ..................................................... 8
4.2 UPAYA PENANGGULANGAN PEKERJA ANAK
DIBAWAH UMUR .................................................................. 10
4.3 PERLINDUNGAN ANAK SECARA KHUSUS ......................... 11
BAB 5 : PENUTUP
5.1 KESIMPULAN ........................................................................ 14
5.2 SARAN .................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Anak
merupakan cikal bakal generasi harapan bangsa. Nasib suatu bangsa ditentukan
oleh peranan generasi muda yang kelak menjadi pemimpin dalam membangun bangsa
dan negara Indonesia. Sudah selayaknya, perhatian terhadap generasi penerus
bangsa lebih difokuskan pada pengembangan sumber daya manusia sejak dini.
Disamping
pengembangan terhadap anak, tak kalah pentingnya juga adalah perlindungan terhadap
anak itu sendiri.
Dalam Pasal 1
ayat (2) Undang-undang No. 23 tahun 2002 menyebutkan bahwa:
“perlindungan
anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan martabat kemanusian serta mendapatkan
perlindungan:
Pasal
tersebut diatas menyiratkan bahwa anak haruslah dibebaskan dari segala kegiatan
yang tidak harus mereka lakukan seperti bekerja untuk mencari nafkah, fenomena
ini tidaklah mengherankan, mengingat masih banyak keluarga indonesia khususnya
di wilayah pare-pare yang masih berada dibawah garis kemiskinan. Tugas orang
tua yang seharusnya memberikan jaminan, dan penghidupan kini diambil alih oleh
anak. Dengan dalih membantu orang tua, mereka harus mengorbankan setiap ,menit
waktu yang dimilikinya, yang seharusnya digunakan untuk beristirahat,
memanfaatkan waktu luang, bergaul dan bermain dengan teman sebaya, berkreasi
sesuai dengan minat, bakat dan tingkat, kecerdasan demi pengembangan diri.
Ironis
memank, anak yang nantinya diharapkan mampu menjadi generasi yang dapat
membangun dan mengharumkan nama bangsa terbentur pada masalah klasik, yakni
masalah penghidupan yang layak.
Akibatnya,
anak yang bekerja membantu orang tuanya mengalami perubahan pola pikir. Anak
yang dulunya berfikir bahwa mereka bersekolah untuk mendapatkan pendidikan yang
layak kini berubah menjadi pemikiran bahwa sekolah itu tidaklah penting yang
penting adalah mencari uang dan bertahan hidup. Pemikiran semacam itu tidak
dapat dipersalahkan, namun juga tidak dapat dibiarkan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang
menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut:
a.
Faktor-faktor apa sajakah yang
menyebabkan terjadinya pekerja anak dibawah umur?
b.
Bagaimana cara menanggulangi pekerja
anak dibawah umur?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang
menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
a.
untuk mengetahui faktor-faktor apa
saja yang menyebabkan terjadinya pekerja anak dibawah umur
b.
untuk mengetahui bagaimana cara
penanggulangan pekerja anak dibawah umur
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Pengertian Anak di Bawah Umur
Pengelompokan pengertian anak
memiliki aspek yang sangat luas. Berbagai makna terhadap anak, dapat
diterjemahkan untuk mendekati anak secara benar menurut sistem kepentingan
agama, hukum, dan sosial.
Pengertian anak dari segi agama
islam (Maulan Hasan Wadong, 2000:5) yaitu anak diasosiasikan sebagai makhluak
ciptaan Allah SWT yang dhaif dan berkedudukan mulia yang keberadaannya melalui
proses penciptaan yang berdimensi pada kehendak Allah SWT.
Selanjutnya pengertian anak menurut
hukum pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 45, 46, dan 47 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Batas
usia anak dalam pengertian pidana dirumuskan dengan jelas dalam ketentuan yang
terdapat pada Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang peradilan
anak sebagai berikut: anak adalah orang
yang dalam perkara anak nakal telah mencapai 8 tahun tetapi belum mencapai umur
18 tahun dan belum pernah kawin.
Selanjutnya Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Pasal 330 ayat 1, mengatakan bahwa orang belum dewasa adalah
mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah
kawin
Selanjutnya Pasal 1 ayat 1
Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak merumuskan bahwa yang
dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 termasuk anak yang
masih dalam kandungan,hukum adat Menurut Soepomo (Maulana Hasan Wadong 2000,
25) menentukan ciri-ciri kedewasaan adalah sebagai berikut:
-
Dapat bekerja sendiri
-
Cakap dan bertanggung jawab dalam
masyarakat
-
Dapat mengurus harta kekayaan sendiri
-
Telah menikah
-
Berusia 21 tahun.
Jadi yang dimaksud dengan anak
yang belum dewasa atau dibawah umur adalah anak yang belum dapat bekerja
sendiri, belum cakap, dan belum mampu bertanggung jawab dalam masyarakat, belum
dapat mengurus harta kekayaan sendiri, belum menikah, dan belum berusia 21
tahun.
2.2 Ketentuan Hukum Perlindungan
Anak
Perlindungan anak merupakan hak
mutlak yang harus diberikan tehadap anak. Dan setiap anak berhak mendapatkan
berbagai perawatan dan pendidikan sejak kecil hingga dewasa dan menjadi
generasi penerus para orang tua yang akhirnya menjadi pewaris langsung
sifat-sifat orang tuanya sehingga dapat disimpulkan bahwa agar anak-anak dapat
menjalani masa kecil yang membahagiakan, mereka berhak menikmati hak-hak dan
kebebasan baik untuk kepentingan mereka sendiri maupun untuk kepentingan
masyarakat.
Indonesia merativikasi Konvensi
Hak Anak 1989 yang dirativikasi dalam Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990
dalam Konvensi tersebut hak anak-anak antara lain (Peter Baerh 975-978 dalam
Aswanto 2002:29) bahwa:
1.
Hak mutlak akan kehidupan, dan
kewajiban negara untuk memastikan kelangsungan hidup dan pengembangan anak;
2.
Hak untuk memiliki nama sejak lahir
dan memperoleh kewarganegaraan;
3.
Hak anak untuk hidup bersam orang
tuanya kecuali kalau inidianggap tidak sesuai dengan kepentingan terbaiknya,
hak untuk memelihara hubungan dengan kedua orang tuanya bila dipisahkan dari
satu atau keduanya; tugas negara dalam kasus dimana pemisahan adalah akibat
tindakan negara;
4.
Hak anak untuk memperoleh perawatan
dan asuhan dari orang tua, negara hendaknya mendukung pemenuhan atas hak ini;
5.
Hak anak untuk mendapat perlindungan
dan bantuan khusus bagi anak-anak yang tidak menikmati lingkungan keluarga, dan
memastikan bahwa perawatan keluarga pengganti yang tepat atau penempatan
dipanti disediakan bagi mereka dengan memperhatikan latar belakang budaya anak
yang bersangkutan;
6.
Hak anak-anak cacat untuk memperoleh
perawatan khusus pendidikan dan pelatihan yang dirancang untuk membantu mereka
mencapai kemandirian semaksimal mungkin serta menjalani kehidupan yang penuh
dan kreatif dalam masyarakat;
7.
Hak untuk memperoleh tingkat kesehatan
yang setinggi mungkin dan kesempatan memperoleh kesehatan dan pelayanan medis
dengan tekanan khusus pada penurunan kematian bayi, perawatan kesehatan dasar
dan preventif dan penyuluhan kesehatan kewajiban negara untuk bekerja kearah
penghapusan praktik-praktik tradisional yang merugikan;
8.
Hak memperoleh jaminan sosial;
9.
Hak anak memperoleh pendidikan dan
kewajiban negara untuk memastikan bahwa paling kurang pendidikan dasar
disediakn secara Cuma-Cuma dan diwajibkan;
10.
Hak anak adalah memperoleh perlindungan
dari gangguan narkotika dan psikotropika dan dari keterlibatan dan
distribusinya
Hak anak merupakan hak asasi yang
harus diberikan sebagai hak mutlak sebagai manusia, setiap manusia membutuhkan
perlindungan. Menurut Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
Pasal1 ayat 2 berbunyi:
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi anak dan hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Anak-anak mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan khusus sebagimana dikemukakan oleh Shanti Deliana
(1988:5) bahwa:
Perlindungan khusus, kesempatan
dan fasilitas yang memungkinkan mereka berkembang secara sehat dan wajar dalam
keadaan bebas dan bermanfaat yang sama, memiliki nama dan kebangsaan sejak
lahir dan wajar dalam kebangsaan sejak lahir, mendapat jaminan sosial termasuk
gizi yang cukup, perumahan rekreasi, dan pelayanan kesehatan, dan menerima
pendidikan, perawatan dan perlakuan khusus jika mereka cacat, tumbuh dan dibesarkan
dalam suasana yang penuh kasih sayang dan rasa nyaman sedapat mungkin dibawah
asuhan serta tanggung jawab orang tua mereka sendiri, mendapat pendidikan, dan
andaikata terjadi malapetaka mereka termasuk orang pertama yang menerima
perlindungan serta pertolongan; memperoleh perlindungan baik atas segala bentuk
penyiksaan, kekejaman dan penindasan maupun segala perbuatan yang mengarah
kedalam bentuk diskriminasi.
BAB
3
Metode
Penelitian
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan pada wilayah pare-pare, dimana mengingat daerah ini masih
sering di temui pekerja –pekerja anak di bawah umur.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis dan sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah
a.
Data primer, yakni data yang diperoleh
secara langsung dilokasi penelitian melalui wawancara kepada pekerja anak
sebagai pengemis
b.
Data sekunder , yakni data yang
diperoleh melalui studi kepustakaan berupa buku, maupun peraturan-peraturan
perundangan yang berlaku
3.3 Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data yang kami lakukan dengan cara :
1. Penelitian
lapangan (Field Research)
Dengan
melakukan wawancara berupa Tanya jawab dengan responden yang berlangsung secara
lisan (dilakukan dengan rekaman).
2. Penelitian
kepustakaan (Library research)
Dengan
menelaah literature-literatur yang relevan, berupa buku-buku, peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian tentang pekerja anak
sebagai buruh.
BAB
4
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran umum tentang
Perlindungan anak
Anak adalah amanah sekaligus
karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam
dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus
dijunjung tinggi. Hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat
dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang
Hak-Hak Anak.
Dari sisi kehidupan berbangsa dan
bernegara, anak merupakan masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita
bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang, berpatisipasi, serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan
dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
Olehnya itu, perlindungan anak
dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional,
khususnya dalam memajukan kehidupan bangsa dan negara.
Penyelenggarann perlindungan anak
merupakan tanggungjawab orang tua, masyarakat dan pemerintah untuk menjaga dan
memelihara sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Adapun
penyelenggaraan perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
sesuai denagn harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak indonesia yang berkualitas , berakhlak mulia, dan
sejahtera (Pasal 3 Undang-undang RI tahun 2002).
Selanjutnya
perlindungan anak meliputi beberapa bidang yakni
-
Agama
-
Kesehatan
-
Pendidikan
-
Sosial dan
-
Perlindungan khusus
Kota pare-pare merupakan kota niaga yang strategis
dimana dijadikan daya tarik bagi sebagian masyarakat untuk mencari nafkah guna
kelangsungan hidup mereka. Hal tersebut menyebabkan peningkatan jumlah penduduk
yang berujung pada hal semakin sempitnya lowongan pekerjaan yang tersedia .
4.2 faktor-faktor penyebab
terjadinya pekerja dibawah umur
Dampak dari semakin sedikitnya
lowongan pekerjaan mengakibatkan sebuah keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
terpaksa mengikutkan anak mereka untuk bekerja apa saja Sungguh alasan yang
klise, dimana faktor ekonomi dijadikan alasan pembenar guna anak dapat
bekerja.dan ada beberapa faktor-faktor
mengapa para orang tua dengan sengaja memperkerjakan anak yang masih di
bawah umur:
1. Faktor Ekonomi
Kondisi
faktual banyaknya anak yang bekerja tidak dapat dilepaskan dari permasalahan
ekonomi keluarga, berdasarkan informasi
yang dihimpun dari hasil wawancara dengan anak yang bekerja tersebut diperoleh informasi bahwa sebagaian
besar anak yang bekerja menyatakan, bahwa sebenarnya alasan bekerja karena
terpaksa untuk memperoleh tambahan
penghasilan guna membantu membiayai kebutuhan keluarga, khususnya untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.
2. Faktor Orang Tua
Di
samping faktor ekonomi, salah satu penyebab anak bekerja adalah
faktor keluarga, sebab keluarga merupakan komunitas pertama yang
membentuk anak baik secara mental, dan kepribadian, bahkan keluarga
merupakan tempat utama bagi anak dalam memperoleh hak-hak dasar mereka
sebagai anak. Faktor keluarga yang paling dominan menentukan seorang anak
boleh bekerja atau tidak adalah orang tua, sebab orang tua merupakan orang
yang pertama berhubungan langsung dengan anak. Orang tua ibaratnya
mewakili semua kepentingan, hak, kewajiban dan tanggung jawab dari anakanaknya, sehingga pada akhirnya orang tualah yang harus menentukan apa
yang harus dan tidak boleh dilakukan oleh anak-anaknya yang masih di bawah
umur.
faktor keluarga, sebab keluarga merupakan komunitas pertama yang
membentuk anak baik secara mental, dan kepribadian, bahkan keluarga
merupakan tempat utama bagi anak dalam memperoleh hak-hak dasar mereka
sebagai anak. Faktor keluarga yang paling dominan menentukan seorang anak
boleh bekerja atau tidak adalah orang tua, sebab orang tua merupakan orang
yang pertama berhubungan langsung dengan anak. Orang tua ibaratnya
mewakili semua kepentingan, hak, kewajiban dan tanggung jawab dari anakanaknya, sehingga pada akhirnya orang tualah yang harus menentukan apa
yang harus dan tidak boleh dilakukan oleh anak-anaknya yang masih di bawah
umur.
3. Faktor Budaya
(Kebiasaan)
Anak
yang bekerja untuk membantu keluarganya mencari nafkah dinilai
sebagai bentuk kepekaan, empati, dan tepo seliro seorang anak dalam melihat, persoalan keluarga. Semakin banyak pengorbanan yang diberikan seorang anak
kepada orang tuanya, maka semakin besar pula pahala yang didapatkan. ini juga
menyebabkan timbulnya dorongan terhadap anak yang dengan sendirinya akan
sadar dan ikhlas melakukan pekerjaannya dengan senang hati, yaitu dengan
mendapatkan label-label sebagai anak yang baik, rajin, saleh, berbakti kepada
orang tua, dan lain sebagainya.
sebagai bentuk kepekaan, empati, dan tepo seliro seorang anak dalam melihat, persoalan keluarga. Semakin banyak pengorbanan yang diberikan seorang anak
kepada orang tuanya, maka semakin besar pula pahala yang didapatkan. ini juga
menyebabkan timbulnya dorongan terhadap anak yang dengan sendirinya akan
sadar dan ikhlas melakukan pekerjaannya dengan senang hati, yaitu dengan
mendapatkan label-label sebagai anak yang baik, rajin, saleh, berbakti kepada
orang tua, dan lain sebagainya.
4. Kemauan Sendiri
(Kemandirian)
Dari
beberapa responden mengungkapkan bahwa alasan mereka bekerja
adalah untuk lebih meningkatkan kemandiriannya, tidak tergantung lagi dengan orang tua dalam hal pemenuhan kebutuhannya, selain itu bisa membeli apa
yang mereka inginkan. Meskipun uang ini biasanya tidak dipakai sepenuhnya oleh anak itu, karena sebagian besar diberikan kepada orang tuanya, tetapi bagi mereka setidaknya merasa memiliki hak atas uang yang diperolehnya.
adalah untuk lebih meningkatkan kemandiriannya, tidak tergantung lagi dengan orang tua dalam hal pemenuhan kebutuhannya, selain itu bisa membeli apa
yang mereka inginkan. Meskipun uang ini biasanya tidak dipakai sepenuhnya oleh anak itu, karena sebagian besar diberikan kepada orang tuanya, tetapi bagi mereka setidaknya merasa memiliki hak atas uang yang diperolehnya.
5. Faktor Lingkungan
Faktor
lingkungan dalam hal ini dimaksudkan sebagai lingkungan sosial
anak yang bekerja di luar lingkungan keluarga, seperti teman, tetangga, kerabat
atau saudara dekat dari anak tersebut.
anak yang bekerja di luar lingkungan keluarga, seperti teman, tetangga, kerabat
atau saudara dekat dari anak tersebut.
Keterlibatan
anak yang bekerja tidak sedikit yang
disebabkan oleh adanya pengaruh teman-temanya, baik teman tetangga yang sebaya, maupun teman-teman yang
sekolah yang lebih dulu bekerja untuk
membantu orang tuanya mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya, di
samping itu mereka juga mendapatkan uang
saku untuk jajan. Melihat teman temannya sukses dalam bekerja dan pekerjaan yang dilakukan menurut
anak-anak yang bekerja dirasa tidak
terlalu berat, tetapi menghasilkan uang banyak, maka anak-anak hal tesebut merupakan daya tarik tersendiri untuk
ikut bekerja seperti yang dilakukan
teman-temannya itu.
6. Faktor Hubungan
Keluarga
Di
samping beberapa faktor penyebab anak bekerja, tidak dapat
dipungkiri adanya faktor lain yang mendorong anak bekerja, yaitu dorongan
atau ajakan dari sanak saudara.
dipungkiri adanya faktor lain yang mendorong anak bekerja, yaitu dorongan
atau ajakan dari sanak saudara.
Pada
umumnya faktor saudara atau kerabat ini dilatar belakangi oleh kondisi ekonomi
orang tua anak yang bekerja, atau
ekonomi keluarga yang pas-pasan, meski kedua orang tuanya sudah
bekerja, tetapi belum mencukupi
kebutuhan keluarga. Melihat hal semacam ini kerabat atau keluarga dekat lazimnya menawarkan
kepada anak untuk ikut bekerja
bersamanya dengan alasan untuk ikut membantu ekonomi keluarga.
Hal tersebut juga di benarkan oleh David siswa
kelas 5 SD yang bersekolah disalah satu sekolah dasar di pare-pare , salah
seorang responden (wawancara sabtu 24-November-2012) menyatakan bahwa:
Saya bekerja mencari uang untuk membantu orang
tua.
Disamping itu uang hasil mengemis.ku ku pakai
untuk membeli sebuah pakaian
Bapakku Cuma seorang tukang ojek,sementara ibuku
tidak bekerja
Saya anak kedua dari empat bersaudara”
Pernyataan diatas merupakan sebuah kepolosan yang
memiliki makna. Kondisi ekonomilah yang memaksa anak untuk menghasilkan uang
dengan cara bekerja. Seharusnya mereka menikmati masa kanak-kanak dengan
gembira malah melewati waktu untuk bekerja.
4.3 Upaya Penanggulangan Pekerja
Anak Dibawah Umur dikota parepare
a.
secara umum
mendorong pemerintah daerah kota pare-pare, untuk
membuat sebuah peraturan daerah yang mengatur masalah pekerja anak dengan
tujuan membebaskan anak dari segala bentuk pekerjaan atau dengan kata lain
mencegah segala bentuk pengenkksploitasian terhadap diri pribadi anak.
b.secara
spesifik
membebaskan anak dari segala jenis pekerjaan
terburuk dengan cara:
1.
pembentukan komite aksi penghapusan
pekerjaan terburuk untuk anak (menunggu surat keputusan walikota pare-pare yang
akan teralisasi secepatnya)
2.
melalui pemeriksaan pegawai pengawas
depnaker terhadap pengusaha maupun orang tua yang memperkerjakan seorang anak.
Jika ditemukan menggunakan pekerja anak maka, akan diberikan pembinaan berupa
nota pemeriksaan.
Adapun penanggulangan secara sosial adalah sebagai
berikut:
a.
program orang tua asuh
program ini dimadsudkan untuk membantu meringankan
beban yang dipikul terhadap anak dari keluarga tidak mampu terutama biaya
pendidikan yang dibutuhkan oleh anak minimal hingga tamat sekolah menengah
umum.(SMP)
b.
program bantuan kesehatan
program ini dimaksudkan untuk membantu keluarga
miskin, dalam pembiayaan kesehatan, sehingga diharapkan beban biaya yang
dibutuhkan semakin berkurang mana secara otomatis mampu mengurangi niat anak
untuk melakukan pekerjaan.
c.
Program bea siswa
Program ini dimaksudkan untuk memberikan bantuan
kepada anak dari keluarga tidak mampu yang berprestasi, gna melanjutkan
pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Hal ini juga diharapkan agar anak
mengurungkan niatnya untuk bekerja.
d.
Program pendidikan 9 tahun
Program ini dimaksudkan untuk memberikan
pendidikan secra gratis kepada anak hingga jenjang pendidikan sekolah menengah
tingkat pertama.
e.
Program pendidikan luar sekolah
f.
Program ini ditujukan bagi anak-anak
dari keluarga tidak mampu yang tidak sempat mengecap pendidikan formal akibat
kesibukannya bekerja membantu orang tua.
Keseluruhan program diatas belum maksimal / belum
mencapai sasaran dikarenakan bentuan-bantuan kepentingan terjadi antara
pelaksana program tersebut. Peranan pemerintah daerah sangat diperluakan untuk
mengawasi jalannya program tersebut.
4.4
PERLINDUNGAN ANAK SECARA KHUSUS
Perlindungan
Khusus menurut Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak yaitu Perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi
darurat, anak berhadapan dengan hukum anak dari kelompok minoritas dan
terisolasi, anak dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual, anakyang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya, anak korban penculikan, penjualan,
perdagangan anak, anak korban kekerasan fisik dan atau mental, anakyang
menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
Pekerja anak butuh perlindungan lebih,
mengingat keadaan anak yang masih lemah baik secara fisik, mental, sosial
maupun intelektualitas. Dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa anak berhak atas perlindungan
oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara. Jadi dapat disimpulkan bahwa
bukan saja menjadi kewajiban orang tua untuk melindungi anak, tetapi juga
masyarakat dan negara. Karena pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menjadi
manusia seutuhnya sangat bergantung pada sistem moral meliputi nilai-nilai
normatif yang sesuai dengan nilai yang berlaku di masyarakat. Semakin
meningkatnya jumlah pekerja anak yang digunakan oleh perusahaan, berdampak
semakin berkurangnya kesempatan kerja bagi pekerja dewasa. Hal ini disebabkan
karena akibat dari hasil produktifitas pekerja anak ternyata tidak jauh berbeda
dengan produktifitas pekerja dewasa.
BAB
5
PENUTUP
5.1
KESIMPULAN
Anak
merupakan cikal bakal generasi harapan bangsa. Nasib suatu bangsa ditentukan
oleh peranan generasi muda yang kelak menjadi pemimpin dalam membangun bangsa
dan negara Indonesia. Sudah selayaknya, perhatian terhadap generasi penerus
bangsa lebih difokuskan pada pengembangan sumber daya manusia sejak dini.
Pengertian anak dari segi agama islam (Maulan
Hasan Wadong, 2000:5) yaitu anak diasosiasikan sebagai makhluak ciptaan Allah
SWT yang dhaif dan berkedudukan mulia, yang keberadaannya melelui proses
penciptaan yang berdimensi pada kehendak Allah SWT.
Selanjutnya pengertian anak menurut hukum pidana
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 45, 46, dan 47 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Btas usia anak dalam
pengertian pidana dirumuskan dengan jelas dalam ketentuan yang terdapat pada
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang peradilan anak sebagai
berikut: anak adalah orang yang dalam
perkar
-a anak nakal telah mencapai 8 tahun tetapi belum
mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin.
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusian, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Anakanak mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan khusus sebagimana dikemukakan oleh Shanti Deliana (1988:5) bahwa:
Perlindungan khusus, kesempatan dan fasilitas yang
memungkinkan mereka berkembang secara sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan
bermanfaat yang sama, memiliki nama dan kebangsaan sejak lahir dan wajar dalam
kebangsaan sejak lahir, mendapat jaminan sosial termasuk gizi yang cukup,
perumahan rekreasi, dan pelayanan kesehatan, dan menerima pendidikan, perawatan
dan perlakuan khusus jika mereka cacat, tumbuh dan dibesarkan dalam suasana
yang penuh kasih sayang dan rasa nyaman sedapat mungkin dibawah asuhan serta
tanggung jawab orang tu mereka sendiri, mendapat pendidikan, dan andaikata
terjadi malapetaka mereka termasuk orang pertama yang menerima perlindungan
serta pertolongan; memperoleh perlindungan baik atas segala bentuk penyiksaan,
kekejaman dan penindasan maupun segala perbuatan yang mengarah kedalam bentuk
diskriminasi.
Penyelenggarann perlindungan anak
merupakan tanggungjawab orang tua, masyarakat dan pemerintah untuk menjaga dan
memelihara sesuai dengan kewajiban yang dibebabnkan oleh hukum. Adapun
penyelenggaraan perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
sesuai denagn harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak indonesia yang berkualitas , berakhlak mulia, dan
sejahtera (Pasal 3 Undang-undang RI tahun 2002).
Selanjutnya perlindungan anak meliputi
beberapa bidang yakni
-
Agama
-
Kesehatan
-
Pendidikan
-
Sosial dan
-
Perlindungan khusus
ada beberapa faktor-faktor mengapa
para orang tua dengan sengaja memperkerjakan anak yang masihg di bawah umur:
1. Faktor Ekonomi
Kondisi
faktual banyaknya anak yang bekerja tidak dapat dilepaskan dari permasalahan
ekonomi keluarga, berdasarkan informasi
yang dihimpun dari hasil wawancara dengan anak yang bekerja tersebut diperoleh informasi bahwa sebagaian
besar anak yang bekerja menyatakan, bahwa sebenarnya alasan bekerja karena
terpaksa untuk memperoleh tambahan
penghasilan guna membantu membiayai kebutuhan keluarga, khususnya untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.
2. Faktor Orang Tua
Di
samping faktor ekonomi, salah satu penyebab anak bekerja adalah
faktor keluarga, sebab keluarga merupakan komunitas pertama yang
membentuk anak baik secara mental, dan kepribadian, bahkan keluarga
merupakan tempat utama bagi anak dalam memperoleh hak-hak dasar mereka
sebagai anak. Faktor keluarga yang paling dominan menentukan seorang anak
boleh bekerja atau tidak adalah orang tua, sebab orang tua merupakan orang
yang pertama berhubungan langsung dengan anak. Orang tua ibaratnya
mewakili semua kepentingan, hak, kewajiban dan tanggung jawab dari anak-anaknya, sehingga pada akhirnya orang tualah yang harus menentukan apa yang harus dan tidak boleh dilakukan oleh anak-anaknya yang masih di bawah umur.
faktor keluarga, sebab keluarga merupakan komunitas pertama yang
membentuk anak baik secara mental, dan kepribadian, bahkan keluarga
merupakan tempat utama bagi anak dalam memperoleh hak-hak dasar mereka
sebagai anak. Faktor keluarga yang paling dominan menentukan seorang anak
boleh bekerja atau tidak adalah orang tua, sebab orang tua merupakan orang
yang pertama berhubungan langsung dengan anak. Orang tua ibaratnya
mewakili semua kepentingan, hak, kewajiban dan tanggung jawab dari anak-anaknya, sehingga pada akhirnya orang tualah yang harus menentukan apa yang harus dan tidak boleh dilakukan oleh anak-anaknya yang masih di bawah umur.
3. Faktor Budaya
(Kebiasaan)
Anak
yang bekerja untuk membantu keluarganya mencari nafkah dinilai
sebagai bentuk kepekaan, empati, dan tepo seliro seorang anak dalam melihat
persoalan keluarga. Semakin banyak pengorbanan yang diberikan seorang anak
kepada orang tuanya, maka semakin besar pula pahala yang didapatkan. ini juga
menyebabkan timbulnya dorongan terhadap anak yang dengan sendirinya akan
sadar dan ikhlas melakukan pekerjaannya dengan senang hati, yaitu dengan
mendapatkan label-label sebagai anak yang baik, rajin, saleh, berbakti kepada
orang tua, dan lain sebagainya.
sebagai bentuk kepekaan, empati, dan tepo seliro seorang anak dalam melihat
persoalan keluarga. Semakin banyak pengorbanan yang diberikan seorang anak
kepada orang tuanya, maka semakin besar pula pahala yang didapatkan. ini juga
menyebabkan timbulnya dorongan terhadap anak yang dengan sendirinya akan
sadar dan ikhlas melakukan pekerjaannya dengan senang hati, yaitu dengan
mendapatkan label-label sebagai anak yang baik, rajin, saleh, berbakti kepada
orang tua, dan lain sebagainya.
4. Kemauan Sendiri
(Kemandirian)
Dari
beberapa responden mengungkapkan bahwa alasan mereka bekerja
adalah untuk lebih meningkatkan kemandiriannya, tidak tergantung lagi dengan
orang tua dalam hal pemenuhan kebutuhannya, selain itu bisa membeli apa
yang mereka inginkan. Meskipun uang ini biasanya tidak dipakai sepenuhnya oleh anak itu, karena sebagian besar diberikan kepada orang tuanya, tetapi bagi mereka setidaknya merasa memiliki hak atas uang yang diperolehnya.
adalah untuk lebih meningkatkan kemandiriannya, tidak tergantung lagi dengan
orang tua dalam hal pemenuhan kebutuhannya, selain itu bisa membeli apa
yang mereka inginkan. Meskipun uang ini biasanya tidak dipakai sepenuhnya oleh anak itu, karena sebagian besar diberikan kepada orang tuanya, tetapi bagi mereka setidaknya merasa memiliki hak atas uang yang diperolehnya.
5. Faktor Lingkungan
Faktor
lingkungan dalam hal ini dimaksudkan sebagai lingkungan sosial
anak yang bekerja di luar lingkungan keluarga, seperti teman, tetangga, kerabat atau saudara dekat dari anak tersebut.
anak yang bekerja di luar lingkungan keluarga, seperti teman, tetangga, kerabat atau saudara dekat dari anak tersebut.
Keterlibatan
anak yang bekerja tidak sedikit yang disebabkan oleh adanya pengaruh
teman-temanya, baik teman, tetangga yang sebaya, maupun teman-teman yang
sekolah yang lebih dulu bekerja untuk
membantu orang tuanya mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya, di
samping itu mereka juga mendapatkan uang
saku untuk jajan. Melihat teman temannya sukses dalam bekerja dan pekerjaan yang dilakukan menurut
anak-anak yang bekerja dirasa tidak
terlalu berat, tetapi menghasilkan uang banyak, maka anak-anak hal tesebut merupakan daya tarik tersendiri untuk
ikut bekerja seperti yang dilakukan
teman-temannya itu.
6. Faktor Hubungan
Keluarga
Di
samping beberapa faktor penyebab anak bekerja, tidak dapat
dipungkiri adanya faktor lain yang mendorong anak bekerja, yaitu dorongan
atau ajakan dari sanak saudara.
dipungkiri adanya faktor lain yang mendorong anak bekerja, yaitu dorongan
atau ajakan dari sanak saudara.
Pada
umumnya faktor saudara atau kerabat ini dilatar belakangi oleh kondisi ekonomi
orang tua anak yang bekerja, atau
ekonomi keluarga yang pas-pasan, meski kedua orang tuanya sudah bekerja, tetapi belum mencukupi kebutuhan keluarga.
Melihat hal semacam ini kerabat atau
keluarga dekat lazimnya menawarkan kepada anak untuk ikut bekerja bersamanya dengan alasan untuk ikut membantu
ekonomi keluarga.
Adapun penanggulangan secara
sosial adalah sebagai berikut:
a. program
orang tua asuh
program ini
dimadsudkan untuk membantu meringankan beban yang dipikul terhadap anak dari
keluarga tidak mampu terutama biaya pendidikan yang dibutuhkan oleh anak
minimal hingga tamat sekolah menengah umum.(SMP)
b. program
bantuan kesehatan
program ini
dimaksudkan untuk membantu keluarga miskin, dalam pembiayaan kesehatan,
sehingga diharapkan beban biaya yang dibutuhkan semakin berkurang mana secara
otomatis mampu mengurangi niat anak untuk melakukan pekerjaan.
c. Program
bea siswa
Program ini
dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada anak dari keluarga tidak mampu yang
berprestasi, gna melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Hal ini
juga diharapkan agar anak mengurungkan niatnya untuk bekerja.
d. Program
pendidikan 9 tahun
Program ini
dimaksudkan untuk memberikan pendidikan secra gratis kepada anak hingga jenjang
pendidikan sekolah menengah tingkat pertama.
e. Program
pendidikan luar sekolah
f.
Program ini ditujukan bagi anak-anak
dari keluarga tidak mampu yang tidak sempat mengecap pendidikan formal akibat
kesibukannya bekerja membantu orang tua.
5.2
SARAN
Untuk masalah pekerja
anak dibawah umur, diharapkan Pemerintah daerah untuk membentuk suatu peraturan
daerah dengan segera tentang pekerja anak dibawah umur.pemerintah daerah,
masyarakat, orang tua dan instansi, terkait lainnya diharapkan berkoordinasi
secara aktif dan efektif guna mengatasi masalah pekerja anak dibawah umur yang
ada di kota pare-pare.
DAFTAR PUSTAKA
Maulana,
HW, 2000, Pengantar Advokasi Perlindungan
Anak, dan PT. Gramedia, Jakarta.
Tunggul,
HS, 2003, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak, Harvarindo, Jakarta.
Undang-Undang
Perlindungan Anak