Friday 2 May 2014

SISTEM HUKUM TIMUR LESTE/TIMUR LOROSAE




SISTEM HUKUM TIMUR LESTE/TIMUR LOROSAE

Sistem Hukum Di Dunia Menurut Sudikno Mertukusumo sistem hukum merupakan tatanan atau kesatuan yang utuh yang tediri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain yaitu kaidah atau pernyataan tentang apa yang seharusnya, sehingga sistem hukum merupakan sistem normatif. Dengan kata kata lain sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang ada dalam interaksi satu sama lain yang merupakan satu kesatuan yang terorganisasi dan kerjasama ke arah tujuan kesatuan.  Dapat disimpulkan Sistem hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan berkaitan secara erat. Pada dasarnya banyak sistem hukum yang dianut oleh berbagai negara-negara didunia, namun dalam sejarah dan perkembangannya ada 4 (empat) macam sistem hukum yang sangat mempengaruhi sistem hukum yang diberlakukan di bergagai negara tersebut. Adapun sistem hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut :
A. Sistem Hukum Eropa Kontinental
Sistem ini berkembang di negara-negara Eropa (istilah lain Civil Law = hukum Romawi). Dikatakan hukum Romawi karena sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa Pemerintahan Kaisar Yustinianus abad 5 (527-565 M). Kodifikasi hukum itu merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Yustinianus yang disebut Corpus Juris Civilis (hukum yg terkodifikasi). Corpus Juris Civilis dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda, Prancis, Italia, Amerika Latin, Asia (termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda).
B. Sistem Hukum Anglo Saxon
Mula-mula berkembang di negara Inggris, dan dikenal dengan istilah Common Law atau Unwriten Law (hukum tidak tertulis). Sistem hukum ini dianut di negara-negara anggota persemakmuran Inggris, seperti Australia, Kanada, Amerika Serikat
C. Sistem Hukum Adat
Berkembang dilingkungan kehidupan sosial di Indonesia, Cina, India, Jepang, dan negara lain. Di Indonesia asal mula istilah hukum adat adalah dari istilah ”Adatrecht” yang dikemukakan oleh Snouck Hugronje.
D. Sistem Hukum Islam
Sistem hukum Islam berasal dari Arab, kemudian berkembang ke negara-negara lain seperti negara-negara Asia, Afrika, Eropa, Amerika secara individual maupun secara kelompok.
SISTEM HUKUM YANG BERLAKU  DI TIMUR LESTE
Hukum Timor Leste didasarkan pada hukum Indonesia yaitu Sistem Hukum Campuran (Mixed Law System) , seperti yang ditentukan oleh PBB. Sementara hukum awalnya diterbitkan hanya dalam bahasa Inggris, pemerintah mulai memberlakukan hukum sepenuhnya dalam bahasa Portugis pada tahun 2002. Untuk alasan ini, hukum Timor Leste sekarang ditulis dalam bahasa Inggris, Portugis, dan Indonesia. Hukum Timor Leste diberlakukan oleh Polisi Nasional yang didirikan pada tahun 2002. Salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah hukum Timor Leste adalah pembentukan Panel Khusus Pengadilan Distrik Dili, yang mencoba untuk menangani kejahatan seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan penyiksaan yang terjadi pada tahun 1999. Panel ini bekerja dari tahun 2000 hingga tahun 2006.

Sejarah perkembangan hukum di Timor Leste juga tidak terlepas dari pemberlakuan hukum dari negara suksesor atau negara kolonial, yang mana negara Timor Leste dalam masa peralihan atau transisi di bawah pemerintahan administratif PBB UNTAET, masih tetap mengakui segala segala pemberlakuan hukum peninggalan negara penjajah seperti dalam Regulasi UNTAET No. 25/1999 menjelaskan bahwa hukum yang pernah berlaku masih tetap berlaku sepnjang tidak bertentangan dengan konstitusi dan prinsip-prinsip standar hukum Internasional, demikian juga dalam Konstitusi Timor Leste, pasal (165) menyatakan bahwa “Hukum yang pernah berlaku di Timor Leste masih tetap berlaku sebelum ada perubahan dan tidak bertentangan dengan Konstitusi Timor Leste dan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan”

Dengan demikian hal-hal dimaksud menjadi dasar fundamental bahwa pemberlakuan dan di akuinya hukum negara kolonial ( Sistem hukum Eropa Continental/Civil Law ), masih tetap di implementasikan meskipun dalam sistem hukum ketatanegaraan berbeda, diamana Pemerintah Timor Leste menganut sistem pemerintahan Semi Presidensial yang mengalami jalan tengah dari Parlamenter dan Presidensial (Koasi) sedangkan bila dibandingkan dengan pemerintah Indonesia yang menganut sistem pemerintahan Presidensial.
CARA PENERAPAN SISTEM HUKUM DI TIMUR LESTE
Seringkali orang beranggapan yang disebut pengadilan itu adalah gedung pengadilan (bangunannya). Ada juga yang mengatakan bahwa pengadilan adalah hakim. Sesungguhnya pengadilan adalah keseluruhan aspek yang terkait dalam sistem peradilan, yaitu semua pihak yang terlibat dan gedung pengadilan itu sendiri.
Sebelum berbicara lebih banyak tentang sistem yudisial di Timor Lorosae, akan diuraikan sedikit tentang hukum yang berlaku masa transisi sekarang. Pasal 3.1. Regulasi UNTAET No. 1/1999 menyebutkan bahwa sampai saatnya digantikan oleh peraturan UNTAET atau peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga Timor Lorosae yang didirikan secara demokratis, hukum-hukum yang telah berlaku di Timor Lorosae sebelum tanggal 25 Oktober 1999 akan tetap berlaku sejauh hukum itu tidak bertentangan dengan standar internasional hak asasi manusia atau pelaksanaan mandat yang diberikan kepada UN-TAET berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1272 (1999) atau dengan peraturan-peraturan yang dikeluarkan UNTAET.Hal ini berarti bahwa hukum Indonesia masih berlaku, sebelum ada peraturan baru (dari UNTAET dari ne-gara merdeka Timor Lorosae nanti) dan sepanjang tidak bertentangan dengan standar internasional hak asasi manusia.
Banyak penduduk Timor Lorosae yang tidak mengetahui bahwa hukum Indonesia masih berlaku di sini. Karena negara merdeka Timor Lorosae belum terbentuk, kebanyakan orang menyangka bahwa di Timor Lorosae belum ada hukum. UNTAET harus mempergiat penyebaran informasi mengenai hal ini agar masyarakat tidak bingung terus.
Standar-standar Internasional yang berlaku di Timor Lorosae, menurut pasal 2 Regulasi 1/1999 adalah: Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tertanggal 10 Desember 1948, Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik tertanggal 16 Desember 1966 termasuk prosedur-prosedurnya, Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya tertanggal 16 Desember 1966, Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras tertanggal 21 Desember 1965, Konvensi tentang Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan tertanggal 17 Desember 1979, Konvensi Melawan Penyiksaan dan Segala Perlakuan atau Hukuman yang Kejam, Tidak Berperikemanusiaan dan Menghina tertanggal 17 Desember 1989, dan Konvensi Internasional tentang Hak Anak.
Dengan demikian, undang-undang yang dinilai tidak sesuai dengan standar hak asasi dinyatakan tidak berlaku di Timor Lorosae. Undang-undang (UU) Indonesia yang dinyatakan tidak berlaku adalah UU tentang Organisasi Sosial, UU tentang Keamanan Nasional, UU tentang Pertahanan dan Keamanan Nasional, UU tentang Mobilisasi dan Demobilisasi, dan UU Anti Subversi. Pembuat regulasi tersebut berkeinginan bahwa dalam pelaksanaan hukum standar internasional hak asasi manusia dijadikan patokan.
CIRI-CIRI SPESIFIK SISTEM  HUKUM TIMUR LESTE
Mengenai sistem peradilan, pada zaman Indonesia kita mengenal dua macam sistem peradilan, yaitu peradilan umum dan peradilan khusus. Peradilan umum meliputi:
1.    Pengadilan Negeri (PN), yaitu pengadilan tingkat pertama yang terletak di tingkat kabupaten/kotamadya.

    Pengadilan Tinggi (PT), pengadilan tingkat kedua yang terletak di tingkat propinsi.
    Mahkamah Agung yang merupakan pengadilan tingkat terakhir yang terletak di ibukota negara, Jakarta.

Peradilan khusus meliputi:

    Peradilan agama (pengadilan untuk masalah perkawinan dan pewarisan bagi orang-orang yang beraga-ma Islam)
    Peradilan militer bagi anggota militer
    Peradilan Tata Usaha Negara (PTNU) merupakan pengadilan yang melihat putusan-putusan/kebijakan-kebijakan dari pejabat negara.Walaupun ada dua sistem peradilan, Mahkamah Agung adalah pengadilan tingkat terakhir bagi peradilan umum dan peradilan khusus.

Sistem peradilan di Timor Lorosae sekarang hanya peradilan umum. Regulasi UNTAET No. 11/20-00 pasal 4 menyebutkan bahwa Badan Peradilan di Timor Lorosae terdiri atas Pengadilan Distrik dan Pengadilan Banding. Pengadilan Distrik adalah pengadilan tingkat pertama yang dengan wewenang mengadili semua perkara, baik perkara pidana maupun perkara perdata di wilayah yurisdiksinya.
Di seluruh Timor Lorosae ada empat pengadilin distrik, yaitu:

    Pengadilan Distrik Baucau beryurisdiksi atas Distrik Baucau, Lautem, Viqueque, dan Manatuto
    Pengadilan Distrik Suai dengan yurisdiksi atas Distrik Covalima, Bobonaro, Ainaro, dan Manufahi.
    Pengadilan Distrik Oe-Cusse dengan yurisdiksi atas Distrik Oe-Cusse.
    Pengadilan Distrik Dili dengan yurisdiksi atas Distrik Dili, Liquiça, Ermera, dan Aileu.

Pengadilan Distrik Dili juga punya wewenang khusus mengadili apa yang disebut “kejahatan berat” (serious crime). Yang tergolong “kejahatan berat” adalah: genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, pembunuhan, kejahatan seksual/perkosaan dan penyiksaan, yang terjadi pada awal Januari 1999 sampai dengan 25 Oktober 1999. Untuk mengadili “kejahatan berat” ini dibentuk panel hakim kejahatan berat, yang terdiri dari satu orang Timor Lorosae dan dua orang pakar internasional.
Pengadilan Banding adalah pengadilan tingkat terakhir yang berkedudukan di Dili. Pengadilan Banding berwenang memeriksa kasus naik banding atas keputusan Pengadilan Distrik serta hal lain sebagaimana ditetapkan dalam regulasi UNTAET lainnya.
Dalam institusi pengadilan, baik pengadilan distrik maupun pengadilan banding, selain ada hakim ada pula panitera dan juru sita dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Panitera tugasnya antara lain menerima berkas perkara yang masuk ke pengadilan, mengarsipkan, menyimpan barang bukti serta menjamin keamannya, juga membuat notulen selama proses pengadilan. Sementara juru sita bertugas menjalankan keputusan pengadilan tentang penyitaan barang bukti.
Secara garis besar, dalam memproses sebuah kasus pidana, pihak-pihak yang terlibat antara lain:

    Polisi
    Jaksa
    Tersangka/terdakwa (dengan pengacaranya)
    Hakim investigasi
    Hakim panel (zaman Indonesia: majelis hakim)

Sebagai contoh kalau terjadi suatu kasus pidana dan tersangkanya tertangkap tangan, maka polisi bisa secara langsung melakukan penangkapan untuk kemudian menyerahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). JPU selanjutnya mengajukan permohonan kepada hakim investigasi guna mengeluarkan surat perintah penangkapan. Jika JPU menilai bahwa kasus tersebut perlu dilanjutkan, dalam arti cukup bukti, JPU bisa mengajukan permohonan kepada hakim investigasi untuk mengeluarkan surat perintah penahanan. Tetapi dalam kasus pidana yang berdasarkan pengaduan atau laporan, polisi sebelum melakukan penangkapan tersangka harus meminta surat perintah penangkapan dari hakim investigasi. Jika semua proses sudah dilalui dan bukti sudah lengkap, JPU bisa mengajukan surat dakwaan kepada pengadilan yang berkompetensi guna mengadili kasus tersebut. Selama proses, dari tahap investigasi sampai sidang pengadilan tersangka atau terdakwa berhak untuk didampingi oleh penasehat hukum atau pengacara. Namun tidak ditutup kemungkinan tersangka atau terdakwa membela dirinya sendiri tanpa pengacara.
Sedangkan dalam hukum acara perdata, selain perkara gugatan (ada sengketa yang perlu diselesaikan dan diputus oleh hakim) ada juga perkara-perkara yang disebut permohonan yang diajukan oleh seorang pemohon atau lebih secara bersama-sama. Jadi dalam permohonan tidak ada sengketa, tetapi ada pihak pemohon yang menghadap ke pengadilan untuk mendapat suatu penetapan. Di sini hakim hanya memberi jasa-jasanya sebagai seorang tenaga Tata Usaha Negara. Sebagai contoh seluruh ahli waris seseorang yang sudah meninggal secara bersama-sama menghadap ke pengadilan untuk mendapat suatu penetapan perihal bagian masing-masing dari warisan almarhum berdasarkan ketentuan undang-undang. ***
* Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Timor Lorosae, anggota ANMEFTIL (Asosiasaun Nasional Makaer Fukun Timor Lorosae, Persatuan Nasional Sarjana Hukum Timor Lorosae)

WARGA NEGARA INDONESIA YANG MELANGGAR HUKUM DI TIMUR LESTE

Karena indonesia belum mempunyai perjanjian ekstradisi maka WNI di selesaikan berdasarkan hukum yang berlaku di timur leste, namun Misalnya Timor Leste menangkap warganegara Indonesia dalam kasus hukum, misalkan yang terlibat dalam penyelundupan narkoba ke negeri itu, pihak berwenang di Timor Leste kemudian  membangun komunikasi dengan pihak berwenang di Indonesia mengenai masalah ini. Dan perlu kita ketahui bahwa sistem hukum Timor Leste adalah yang paling lemah dalam menangkal kasus penyelundupan seperti ini. "Mereka (penyelundup) tahu bahwa timur leste tidak memiliki hukuman mati, bahkan hukuman seumur hidup. Tidak Seperti pada negara Singapura, Malaysia dan Indonesia. Namun, walau memiliki sistem hukum yang "baik hati" bukan berarti Timor Leste harus mengubah sistem hukumnya. Yang harus dilakukan Timor Leste adalah memperketat penjagaan di pintu-pintu masuk ke negara timur leste. Kedutaan Besar Republik Indonesia senantiasa mengupayakan bantuan hukum warga negara Indonesia yang ditangkap di Timor Leste karena dituduh menyelundupkan narkotika. "Misalnya ditangkap karena mendatangkan obat-obatan terlarang yaitu narkotika. Dia mengatakan narkotika yang disita oleh polisi setempat berjumlah enam kilogram. Kedutaan Besar Republik Indonesia melakukan koordinasi dengan aparat terkait, termasuk Kepolisian Nasional Timor Leste yang juga membawahi bidang imigrasi serta atase kepolisian. Kasus ini, menurut Prima, merupakan yang terbesar di Timor Leste sehingga mendapat perhatian dari para pejabat negara termasuk Perdana Menteri Xanana Gusmao. Timor Leste dan Indonesia tidak memiliki perjanjian ekstradisi. "Tidak ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Timor Leste tapi kalau penanggulangan pencegahan obat-obat terlarang sudah ada MoU yang ditandatangani kepolisian Timor Leste dan Kepala BNN RI.
Ekstradisi adalah sebuah proses formal di mana seorang tersangka kriminal ditahan oleh suatu pemerintah diserahkan kepada pemerintahan lain untuk menjalani persidangan atau, tersangka tersebut sudah disidang dan ditemukan bersalah, menjalani hukumnya. Untuk mengembangkan kerjasama yang effektif dalam penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan, perlu diadakan kerjasama dengan negara tetangga, agar orang orang yang dicari atau yang telah dipidana dan melarikan diri ke luar negeri tidak dapat meloloskan diri dari hukuman yang seharusnya diterima. Kerjasama yang effektif itu hanya dapat dilakukan dengan perjanjian ekstradisi dengan negara yang bersangkutan. Mengingat bahwa sampai sekarang Pemerintah Republik Indonesia belum pernah mengadakan perjanjian ekstradisi dengan negara timur leste, maka hal tersebut sangat menghambat pelaksanaan peradilan (administration of justice) yang baik. Dalam hal kejahatan itu ada hubungannya dengan ekonomi dan keuangan maka hal tersebut juga mempunyai pengaruh terhadap pembangunan nasional.
Berhubung dengan itu maka sudah waktunya mengadakan perjanjian perjanjian ekstradisi dengan negara timur leste dan juga terutama dengan negara negara tetangga. Contoh Dalam perjanjian ekstradisi dengan negara Malaysia sudah dimasukkan semua azas azas umum yang sudah diakui dan biasa dilakukan dalam hukum internasional mengenai ekstradisi seperti:
a.azas bahwa tindak pidana yang bersangkutan merupakan tindak pidana baik menurut sistim hukum Indonesia maupun sistim hukum Malaysia ("double criminality"), b.kejahatan  politik tidak diserahkan, c.hak untuk tidak menyerahkan warganegara sendiri dan lain *4667 lainnya.

KBRI Dili bekerjasama dengan Kepolisian Nasional Timor-Leste (PNTL) menyelenggarakan seminar tentang Trans National Crimes (TNC) bertempat di Dili Convention Center (26-27/11). Kegiatan seminar tersebut  dibuka secara resmi oleh PM RDTL, Mr. Xanana Gusmao. "Hubungan bilateral antara kedua negara saat ini terjalin sangat baik terutama di bidang penanganan TNC", Dubes RI Dili M. Primanto Hendrasmoro sampaikan dalam sambutannya. Hal tersebut berdasarkan pada MOU yang telah ditandatangani pada tahun 2009 serta MOU terkait penanganan TNC antara PNTL dan POLRI yang ditandatangani pada tahun 2011 yang lalu. Pada kesempatan tersebut, Dubes RI Dili menyampaikan bahwa berdasarkan pada MOU yang telah ditandatangani tersebut telah pula dilakukan kerjasama pada bidang pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada anggota PNTL di Indonesia. "Dalam Seminar ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman terkait dengan TNC serta dapat memberikan informasi bagi kalangan umum terkait dengan penanganan TNC". Lebih lanjut, Dubes RI Dili berharap agar Indonesia dan TL dapat lebih berupaya keras dalam memerangi TNC. Dalam sambutannya, PM Xanana Gusmao meyampaikan ucapan terima kasih terkait penyelenggaraan seminar TNC serta kepada Kepolisian RI atas bantuan pelatihan dan pendidikan kepada Institusi terkait di TL. "Kepolisian TL agar terus berupaya keras dalam menangani dan memerangi narkoba yang masuk ke TL, karena TNC merupakan kejahatan baru disamping perang", harap PM Xanana. Selain itu, disampaikan juga bahwa human trafficking dilakukan melalui jalan baru yaitu internet sehingga kerjasama antara negara sahabat sangat diperlukan untuk memerangi hal tersebut termasuk kerjasama international melalui law enforcement. "Seminar ini merupakan salah satu komitmen lembaga kedua negara untuk mencegah dan melawan TNC". Sementara itu, hadir pula untuk menyampaikan sambutan, Komandan Jenderal PNTL Komisaris Longuinhos Monteiro yang turut mengapresiasi kehadiran pejabat Polri dan BNN RI pada kegiatan seminar TNC tersebut. "Pada tahun 2009, kerjasama antara kedua lembaga telah dilakukan pada bidang operasional kepolisian", jelas Komisaris Monteiro. Komisaris Longuinhos Monteiro juga menyampaikan bahwa TNC berkembang sejalan dengan sosio-ekonomi wilayah. Selain itu juga disampaikan pula mengenai kebijakan negara ASEAN dalam memerangi TNC di tingkat National, Regional dan International. "Kerjasama antara lembaga sangat diharapkan untuk memerangi TNC yang berkembang seperti narkoba, pencucian uang, penjualan manusia dan lain-lain". Lebih lanjut Komisaris Longuinhos Monteiro menyampaikan bahwa keterlibatan Timor-Leste dalam ASEANAPOL diharapkan dapat memerangi TNC yang melintas batas sebuah negara. Dalam Seminar Trans National Crimes yang bertujuan untuk menyelenggaraan kegiatan seminar tersebut merupakan upaya bersama meningkatkan pencegahan terkait bahaya kejahatan Lintas Negara khususnya peredaran gelap narkotika dan perdagangan manusia, serta untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan aparat penegak hukum di Timor-Leste. Seminar hari pertama menghadirkan tiga pembicara dari Indonesia antara lain Kepala Badan Narkotika RI dan Kepala Bidang Investigasi Kriminal Kepolisian RI. Sementara pembicara dari Timor-Leste adalah Kepala Dinas Investigasi Kriminal PNTL  Supt. Calisto Gonzaga. Seminar tersebut turut dihadiri Sekretaris Negara Urusan Keamanan TL, Mr. Francisco Guterres, Wakil Ketua DPRD Badung, Bali, Dir Reskrim Umum Polda NTT, Dir Intelkam Polda NTT, Dir Narkoba Polda NTT, Kapolres Belu, Kapolres TTU, Kapolres Kep. Alor, Kapolres Kupang, Dan Satgas Pamtas Mota Ain/Danyon 743, korps diplomatik, LSM Internasional dan Nasional, Pejabat Pemerintah terkait, anggota Parlemen Nasional TL, kalangan akademisi, pelajar SMU, serta tamu undangan lainnya. (Sumber: KBRI Dili).


KESIMPULAN :
Bahwa Hukum Timor Leste didasarkan pada hukum Indonesia yaitu Sistem Hukum Campuran (Mixed Law System) , seperti yang ditentukan oleh PBB. Sementara hukum awalnya diterbitkan hanya dalam bahasa Inggris, pemerintah mulai memberlakukan hukum sepenuhnya dalam bahasa Portugis pada tahun 2002. Untuk alasan ini, hukum Timor Leste sekarang ditulis dalam bahasa Inggris, Portugis, dan Indonesia. Hukum Timor Leste diberlakukan oleh Polisi Nasional yang didirikan pada tahun 2002. Salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah hukum Timor Leste adalah pembentukan Panel Khusus Pengadilan Distrik Dili, yang mencoba untuk menangani kejahatan seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan penyiksaan yang terjadi pada tahun 1999. Panel ini bekerja dari tahun 2000 hingga tahun 2006.
DAFTAR PUSTAKA
Teori negara hukum modern Rechtstaat, Dr. Munir., Fuady SH., MH., LL.M., Refika aditama, tahun 2009.
Ilmu negara, Prof. H. Abu Daud Busroh, S.H., Bumi Aksara, Tahun 2008.
Dasar-dasar Sosiologi Hukum “Makna Dialog antara hukum dan Masyarakat, Sabian Utsman., Pustaka Pelajar, tahun 2009.